Ada begitu banyak yang masih menjadi misteri dan PR “sudahkah Indonesia
menjadi negara hukum bagi seluruh rakyatnya?” Dalam berbagai kesempatan di
blog, saya menulis unek-unek suatu kasus dan kondisi dimana saya merasa terjadi
ketidakadilan dalam peristiwa tersebut. Contohnya adalah Keanehan KPU, Buddha
Bar, UU ITE dan Pornografi terhadap Situs Porno, Korupsi Dana DKP pada Pilpres
2004. Selain tulisan saya diatas, bagaimana Imam Hambali (Kemat) dan David Eko
Prianto yang ditangkap dan dipidana 17 dan 12 tahun penjara serta Maman
Sugianto (Sugik) yang disergap dan didakwa akibat aparat kepolisian
Jombang yang tidak profesional mengungkap kasus pembunuhan Asrori (dilanjutkan
oleh Kejati Jombang).
Berbagai kasus ketidakadilan rakyat kecil terus terjadi, disisi lain para
penguasa dengan seenak-enaknya dapat melanggar aturan. Saya melihat bahwa kasus
Buddha Bar merupakan salah satu konspirasi terbesar ketimpangan oleh penguasa
dan pengusaha yang dengan enteng menepikan hukum perundangan kita. Bagaimana kasus korupsi DKP yang hanya menumbalkan
terpidana Rokhmin Dahuri. Bagaimana UU ITE dan Pornografi tidak digunakan untuk
melindungi rakyat banyak, tapi disisi lain hanya menjerat suara rakyat kecil.
Makanya, saya katakan bawah tidaklah heran jika kita melihat fenomena
produk-produk hukum (UU dan turunannya) di negeri yang dibuat dengan dana
miliaran rupiah hanya untuk menjerat si miskin bertambah miskin dan tidak
berdaya. Sedangkan para penguasa beserta kroninya memiliki akses yang
seluas-luasnya dalam berbagai izin inkonstitusional dan pemanfaatan fasilitas
negara.
Dilema Prita Mulyasari
Prita Mulyasari, seorang ibu dari dua orang anak yang masih kecil harus
mendekam dibalik jeruji karena didakwa atas pelanggaran Pasal 27 ayat 3
Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dari pengakuannya, ia menjadi korban oknum perusahaan RS Omni
International Alam Sutera yang memperlakukan dia bak sapi perahan.
Pasien yang harusnya mendapat prioritas pelayanan kesehatan yang prima, justru
menjadi obyek eksploitasi finansial dan bahkan jika apa yang diungkapkan oleh
ibu Priya Mulyasari dalam email/surat pembaca itu benar , maka secara insitusi
RS Omni Internasional melindungi oknum dokter yang melakukan mal-praktik. Pihak
manajemen RS Omni telah menggunakan kekuasaan jaringan dan keuangan untuk
mendukung perbuatan yang tidak semestinya.
Prita Dipenjara, tapi Kejahatan Pornografi?
UU ITE mengatur banyak aspek dalam dunia internet, mulai dari etika-moral
dalam menggunakan internet hingga transaksi bisnis internet. Perbuatan yang
pertama dilarang dalam UU 11/2008 adalah tindakan penyebaran konten asusila
[ditegaskan dalam UU 44/2008 tentang Pornografi], lalu perjudian (2),
pencemaran nama baik (3), dan pemerasan/ancaman (4), hal-hal berbau SARA dan
seterusnya. Bila kita melihat urutannya, maka semestinya UU ITE yang disahkan
pada April 2008 digunakan untuk membersihkan konten porno dari dunia internet
demi melindungi generasi muda dari degradasi moralitas.
Namun, adakah perubahan berarti informasi dan industri pornografi via
internet di Indonesia sejak diterbitnya UU ITE April 2008 dan UU Pornografi
Oktober 2008 silam? Bukankah kasus pelanggaran Pasal 27 ayat 1 lebih banyak
daripada ayat 3 UU 11/2008? Mengapa pula seorang ibu yang menyampaikan
unek-unek menjadi korban mal praktik perusahaan rumah sakit harus kembali
menjadi korban sementara para oknum rumah sakit berleha-leha? Apakah dengan
kekuasaan jaringan dan finansial, maka manajemen Omni bisa menyewa pengacara
(bahkan jaksa) membuat yang benar jadi salah, salah jadi benar? Mengapa
kepolisian tidak menyelidiki siapa yang menyebarluaskan email private dari Bu
Prita?
Dan mengapa untuk membahas masalah ini, saya mengangkat isu yang terlalu
lebar yakni masalah hukum secara umum? Karena saya sangat percaya, bahwa kasus
Ibu Prita, Rokhmin Dahuri, Kemat, David, Sugik, Sengkon dan Karta. hanyalah
fenomena gunung es atas ketidakadilan hukum di negeri ini. Lebih baik tidak
memilih sama sekali, daripada memilih pemimpin yang tidak tegas memperjuangkan
keadilan rakyat! Utang najis saja terus dibela, suara rakyat kecil dipasung!
Hukum dapat siran oleh kekuasaan dan baru muncul ketika kampanye datang.
Sesungguhnya dimanakah hukum itu? Ditangan penguasa kah?
Sumber:
Minggu, 17 November 2013
Mengapa Hukum di Indonesia Lemah Terhadap Kalangan Atas?
Supremasi hukum
di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat
dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak
kasus-kasus ketidak adilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus
diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan
perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang
sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan
ketidak adilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau
pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Karena
mereka dapat menggunakan uang untuk meringankan hukuman yang seharusnya
dijatuhkan padanya.
Tetapi kita
tidak bisa menyalahkan satu pihak saja karena ketidak adilan hukum ini terjadi
karena kesepakatan dari pihak yang bersangkutan
sehingga hukum di indonesia tidak berjalan dengan semestinya padahal
hukum itu merupakan peraturan hukum yang
bersifat memaksa dan mengikat.
Ketidak adilan
hukum di indonesia akan berjalan apabila pihak penegak hukum menjalan kan
tugasnya sebagaimana mestinya.dan memberikan hukuman yang sesuai dengan apa
yang telah diperbuatnya baik dari kalangan bawah maupun dari kalangan atas dengan
tegas.
Kasus Ketidak Adilan Hukum Di Indonesia
Ketidak adilan hukum yang terjadi di
Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan
dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus
ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan
secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang
sama tanpa kecuali.
Keadaan yang
sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan
sudah biasa terjadi.Namun bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya
kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutanhukum.
Sepertinya masih segar ingatan di benak kita. Sebuah kabar
besar tersiar tentang tabrakan maut yang menewaskan dua orang. Kabar itu
menjadi besar, karena pelaku tabrakan maut adalah M. Rasyid Amrullah Rajasa
(RA). Putera bungsu dari Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Kasus
yang dari awal sudah ditutup tutupi itu, kabarnya berakhir dengan damai. Bukan
hanya itu, RA yang beberapa waktu lalu telah ditetapkan sebagai tersangka,
nyatanya tidak pernah masuk ruang tahanan. Alasan yang aneh dikemukan bahwa
kondisi psikis RA mengalami trauma. Bukan hanya itu yang kedua, keluarga RA
(Hatta Rajasa) menjamin, bahwa RA akan bersikap kooperatif.
Hal tersebut adalah alasan yang mengada-ada, kenapa
demikian? Siapapun pastinya akan trauma jika mengalami hal tersebut. Jangankan
tabrakkan maut, tangan tertusuk duri pun sepertinya akan mengalami trauma,
meski dalam taraf yang berbeda. Lagi pula, orang yang sudah terbukti bersalah,
mana ada yang tidak kooperatif.
Inilah
sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu
sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. karena mereka punya kekuasaan,
punya kekuatan, dan punya banyak uang sehingga bisa mengalahkan hukum. Saya
sangat prihatin dengan keadaan ini.
Sangat gampang
sekali menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah semangka, begitu mudahnya
menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang karena
keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan sangat berbelit-belit
begitu akan menjerat pejabat yang tersandung masalah hukum di negeri ini. Ini
sangat diskriminatif dan memalukan sistem hukum dan keadilan di Indonesia.
Padahal dihadapan hukum mereka mempunyai
kedudukan sama.
Kini yang jadi
masalah adalah dimana keadilan itu, Dimana prinsip kemanusian, Seharusnya para
penegak hukum mempunyai prinsip kemanusiaan dan bukan hanya menjalankan hukum
secara positifistik.
Ketidakadilan hukum Indonesia niscaya telah memperburuk
citra diri bangsa yang memang sudah rusak, sekaligus menjajah bangsa sendiri.
Saya sendiri merasa malu dengan moral bangsa ini yang begitu naïf. Ada
pertanyaan besar yang timbul dari serangkaian kasus di negeri ini, Apakah hukum
di Indonesia bisa di beli dengan uang ? Jika bisa, konglomerat tidak perlu
takut melanggar hukum karena mereka dapat bernegoisasi di belakang pengadilan
agar mendapatkan keringanan hukum. Yang menjadi masalah adalah rakyat kecil
yang semakin tidak terlindungi dan semakin tertindas.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apa bangsa ini sudah dibilang merdeka dan
mandiri sedangkan hukumnya saja di kontrol dengan uang ? menurut saya,
Indonesia bahkan belum dapat di bilang sepenuhnya merdeka karena bangsa ini
masih terbelenggu oleh ketidakadilan pemerintahannya sendiri.
Hukum dan keadilan menjadi barang mahal di negeri ini.
Prinsip peradilan yang cepat, biaya ringan dan sederhana sulit untuk ditemukan
dalam praktik peradilan. Di negeri ini Law Enforcement diibaratkan bagai
menegakkan benang basah kata lain dari kata “sulit dan susah untuk diharapkan”.
Melihat hukum di
indonesia masih sangatlah kurang dikarenakan masih minimnya mental dan jiwa
para penegak hukum. Banyak kasus di negara ini yang belum sempat terselesaikan
oleh adanya oknum-oknum yang menyalahgunakan kebijakan dan wewenang kekuasaan
mereka. Begitu juga penegak hukum yang masih belum bisa menegakkan keadilan
bagi masyarakat di Indonesia.
Berbagai tindakan diskriminasi masih terlihat di negeri kita dimana para penegak hukum lebih mendahulukan keadilan kalangan atas di bandingkan keadilan kalangan bawah.
Berbagai tindakan diskriminasi masih terlihat di negeri kita dimana para penegak hukum lebih mendahulukan keadilan kalangan atas di bandingkan keadilan kalangan bawah.
Hal inilah yang
menjadikan bangsa Indonesia memiliki jiwa yang lemah dalam menegakkan keadilan.
Dimana-mana menghalalkan segala cara yang mereka miliki hanya untuk kepentingan
mereka sendiri. Tanpa melihat akibatnya yang merugikan orang lain. Dapat
dilihat secara jelas bahwa keadilan di indonesia masih sangatlah kurang. Saya
malah berdapat bahwa keadilan di Indonesia hanyalah untuk kalangan tertentu
saja dan keadilan untuk kalangan bawah bagi mereka hanyalah mimpi.
Inilah dinamika
hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai
uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum
walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti pencuri semangka dan
teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung
ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang
melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan
bebasnya.
Keanehan
yang Namanya “Hukum“
Ada
begitu banyak yang masih menjadi misteri dan PR “sudahkah Indonesia menjadi
negara hukum bagi seluruh rakyatnya?” Dalam berbagai kesempatan di blog, saya
menulis unek-unek suatu kasus dan kondisi dimana saya merasa terjadi
ketidakadilan dalam peristiwa tersebut. Contohnya adalah Keanehan
KPU, Buddha
Bar, UU
ITE dan Pornografi terhadap Situs Porno, Korupsi
Dana DKP pada Pilpres 2004. Selain tulisan saya diatas, bagaimana Imam
Hambali (Kemat) dan David Eko Prianto yang ditangkap dan dipidana 17 dan 12
tahun penjara serta Maman Sugianto (Sugik) yang disergap dan didakwa
akibat aparat kepolisian Jombang yang tidak profesional mengungkap kasus
pembunuhan Asrori (dilanjutkan oleh Kejati Jombang).
Berbagai
kasus ketidakadilan rakyat kecil terus terjadi, disisi lain para penguasa
dengan seenak-enaknya dapat melanggar aturan. Saya melihat bahwa kasus Buddha
Bar merupakan salah satu konspirasi terbesar ketimpangan oleh penguasa dan
pengusaha yang dengan enteng menepikan hukum perundangan kita. Bagaimana kasus korupsi DKP yang hanya menumbalkan terpidana
Rokhmin Dahuri. Bagaimana UU ITE dan Pornografi tidak digunakan untuk
melindungi rakyat banyak, tapi disisi lain hanya menjerat suara rakyat kecil.
Makanya,
saya katakan bawah tidaklah heran jika kita melihat fenomena
produk-produk hukum (UU dan turunannya) di negeri yang dibuat dengan dana
miliaran rupiah hanya untuk menjerat si miskin bertambah miskin dan tidak
berdaya. Sedangkan para penguasa beserta kroninya memiliki akses yang
seluas-luasnya dalam berbagai izin inkonstitusional dan pemanfaatan fasilitas
negara.
Dilema
Prita Mulyasari
Prita
Mulyasari, seorang ibu dari dua orang anak yang masih kecil harus mendekam
dibalik jeruji karena didakwa atas pelanggaran Pasal 27 ayat 3
Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dari pengakuannya, ia menjadi korban oknum perusahaan yang memperlakukan dia
bak sapi perahan. Pasien yang harusnya mendapat prioritas pelayanan kesehatan
yang prima, justru menjadi obyek eksploitasi finansial dan bahkan jika apa yang
diungkapkan oleh ibu Priya Mulyasari dalam email/surat pembaca itu benar , maka
secara insitusi RS Omni Internasional melindungi oknum dokter yang melakukan
mal-praktik. Pihak manajemen RS Omni telah menggunakan kekuasaan jaringan dan
keuangan untuk mendukung perbuatan yang tidak semestinya.
Prita
Dipenjara, tapi Kejahatan Pornografi?
UU
ITE mengatur banyak aspek dalam dunia internet, mulai dari etika-moral dalam
menggunakan internet hingga transaksi bisnis internet. Perbuatan yang pertama
dilarang dalam UU 11/2008 adalah tindakan penyebaran konten asusila [ditegaskan
dalam UU 44/2008 tentang Pornografi], lalu perjudian (2), pencemaran nama baik
(3), dan pemerasan/ancaman (4), hal-hal berbau SARA dan seterusnya. Bila kita
melihat urutannya, maka semestinya UU ITE yang disahkan pada April 2008
digunakan untuk membersihkan konten porno dari dunia internet demi melindungi
generasi muda dari degradasi moralitas.
Namun,
adakah perubahan berarti informasi dan industri pornografi via internet di
Indonesia sejak diterbitnya UU ITE April 2008 dan UU Pornografi Oktober 2008
silam? Bukankah kasus pelanggaran Pasal 27 ayat 1 lebih banyak daripada ayat 3
UU 11/2008? Mengapa pula seorang ibu yang menyampaikan unek-unek menjadi korban
mal praktik perusahaan rumah sakit harus kembali menjadi korban sementara para
oknum rumah sakit berleha-leha? Apakah dengan kekuasaan jaringan dan finansial,
maka manajemen Omni bisa menyewa pengacara (bahkan jaksa) membuat yang benar
jadi salah, salah jadi benar? Mengapa kepolisian tidak menyelidiki siapa yang
menyebarluaskan email private dari Bu Prita?
Dan
mengapa untuk membahas masalah ini, saya mengangkat isu yang terlalu lebar
yakni masalah hukum secara umum? Karena saya sangat percaya, bahwa kasus Ibu
Prita, Rokhmin Dahuri, Kemat, David, Sugik, Sengkon dan Karta. hanyalah
fenomena gunung es atas ketidakadilan hukum di negeri ini. Lebih baik tidak
memilih sama sekali, daripada memilih pemimpin yang tidak tegas memperjuangkan
keadilan rakyat! Utang najis saja terus dibela, suara rakyat kecil dipasung!
Hukum dapat siran oleh kekuasaan dan baru muncul ketika kampanye datang.
Sesungguhnya dimanakah hukum itu? Ditangan penguasa kah?
Solusi Dari
Kasus Ketidak Adilan Hukum Di Indonesia
1. perlu
adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat
pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan
dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita
ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak
melupakan aspek kemanusiaan.
2.
Sebaiknya penegakkan hukum menegakkan hukum dengan tegas sesuai dengan
kesalahan yang dilakukan tampa membedakan pihak satu dengan lainnya karena
kedudukan kita dihadapan hukum sama
3. Kedua
belah pihak harus menaati hukum sebagaimana mestinya dan ini tidak hanya bagi
penegak hukum saja tetapi seluruh warga negara indonesia.
Sumber:
Manajemen Konflik dalam Organisasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kemajuan-kemajuan
di bidang teknologi dan sosial budaya mendorong perkembangan berbagai aspek
kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidup berkelompok. Sebagai
suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatan-ikatan tertentu atau syarat-syarat
tertentu, maka organisasi telah pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk
ukuran dan kompleksitas. Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin
cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal
seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas
pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan sebagainya.
Kompleksitas
lain adalah sehubungan dengan sumber daya manusia. Seperti kita ketahui bahwa
sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai
kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas
kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas
ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi,
terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai
latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam
tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja.
Seorang
pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor apa
saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun
konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar
kelompok. Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam
hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah
perkembangan yang positif.
1.1.1.
Pembatasan Masalah
Berbicara mengenai birokrasi mungkin tidak akan ada habisnya, karena organisasi memang sangat dekat dengan kehidupan kita, dan bahkan kita pasti tidak lepas dengan organisasi atau kelompok, baik dalam skala kecil maupun besar, sehingga timbul berbagai permasalahan mengenai organisasi itu sendiri.
Berbicara mengenai birokrasi mungkin tidak akan ada habisnya, karena organisasi memang sangat dekat dengan kehidupan kita, dan bahkan kita pasti tidak lepas dengan organisasi atau kelompok, baik dalam skala kecil maupun besar, sehingga timbul berbagai permasalahan mengenai organisasi itu sendiri.
Untuk itu penulis merasa perlu
melakukan pembatasan masalah dalam makalah ini, yaitu “Manajemen Konflik dalam
Organisasi”
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari tulisan ini adalah ingin mengetahui dan memahami apa itu konflik dan bagaimana cara mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi.
Adapun tujuan dari tulisan ini adalah ingin mengetahui dan memahami apa itu konflik dan bagaimana cara mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian dan Konsep Konflik
Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan
bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas
pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedang
menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya
kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada
keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah
yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.
2.2. Jenis-jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada
lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik
antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar
organisasi.
2.2.1. Konflik Intrapersonal
2.2.1. Konflik Intrapersonal
Konflik
intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila
pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin
dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu
biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
·
Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan
peranan-peranan yang bersaing.
·
Beraneka macam cara yang berbeda
yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
·
Banyaknya bentuk halangan-halangan
yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
·
Terdapatnya baik aspek yang positif
maupun negatif yang menghalangi tujuantujuan yang diinginkan.
·
Hal-hal di atas dalam proses
adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali
menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga
macam bentuk konflik intrapersonal yaitu:
1.
Konflik pendekatan-pendekatan,
contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2.
Konflik pendekatan – penghindaran,
contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3.
Konflik penghindaran-penghindaran,
contohnya orang yang dihadapkan pada
satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2.2.2. Konflik Interpersonal
Konflik
Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua
orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik
interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku
organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari
beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses
pencapaian tujuan organisasi tersebut.
2.2.3. Konflik antara
Individu-individu dan Kelompok-kelompok
Hal
ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan
untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja
mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum
oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas
kelompok dimana ia berada.
2.2.4. Konflik antara Kelompok Dalam Organisasi yang Sama
Konflik
ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja - manajemen merupakan dua
macam bidang konflik antar kelompok.
2.2.5. Konflik antara Organisasi
Contoh
seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negar lain dianggap
sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik
ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan
produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan
pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
2.3. Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi.
Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala
abnormal yang mempunyai akibat akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan.
Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut:
·
Konflik hanya merugikan organisasi,
karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
·
Konflik ditimbulka karena perbedaan
kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
·
Konflik diselesaikan melalui
pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan
pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun
buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-ha yang baik dan
mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut:
·
Konflik adalah suatu akibat yang
tidak dapat dihindarkan dari interaksi
organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
·
Konflik pada umumnya adalah hasil
dari kemajemukan sistem organisasi
·
Konflik diselesaikan dengan cara
pengenalan sebab dan pemecahan masalah.
Konflik
dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang
banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat
digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh
pendapat-pendapat yang sudah tersaring. Seorang pimpinan suatu organisasi
pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat ada suatu
kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba
untuk mencari “mitra yang beroposisi dengannya”.
Hal
ini sejalan dengan pendapat yang ditulis oleh Robbins (1996) yang membahas
konflik dari segi human relations and interactionist perspective. Dijelaskan
bahwa konflik itu adalah hal yang alamiah dan selalu akan terjadi. Konflik
merupakan bagian dari pengalaman hubungan antar pribadi (interpersonal
experience) Karena itu bisa dihindari maka sebaiknya konflik dikelola dengan
efektif, sehingga dapat bermanfaat dan dapat menciptakan perbedaan serta
pembaharuan ke arah yang lebih baik dalam organisasi. Kesimpulannya konflik
tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga
dapat:
·
mengarah ke inovasi dan perubahan
·
memberi tenaga kepada orang
bertindak
·
menyumbangkan perlindungan untuk
hal-hal dalam organisasi
·
merupakan unsur penting dalam
analisis sistem organisasi
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konflik
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Konflik Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu
faktor intern dan faktor ekstern.
2.4.1. Faktor Intern
·
Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
·
Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
·
Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
·
Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain. Dalam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain. Dalam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
2.4.2. Faktor Ekstern
·
Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
·
Kekaburan aturan/norma di masyarakat
Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
·
Derajat ketergantungan dengan pihak
lain
Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
·
Pola interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.
2.5. Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus
mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik.
Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain:
·
Introspeksi diri
Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
·
Mengevaluasi pihak-pihak yang
terlibat.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
·
Identifikasi sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
·
Mengetahui pilihan penyelesaian atau
penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel
(1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam
penanganan konflik:
penanganan konflik:
·
Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
·
Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
·
Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
·
Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
·
Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kemampuan
menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang
terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif
terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap
organisasi. Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat
mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan
sikap positif dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat
mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya
untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu
manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri.
3.2. Saran
Secara
pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kelancaran dalam pembuatan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://riyandari.blogspot.com/2010/02/manajemen-konflik-dalam-organisasi.html
Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1993
Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi
Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, Jakarta, 987
Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubhan dan Pengembangan), Mandar
Maju, 1994
Sumber:
Dhony. 2011. Makalah Perilaku Organisasi: Manajemen
Konflik Dalam Organisasi. Diperoleh 12 November 2013, dari file:///E:/Materi%20KULIAH/Perilaku%20Organisasi/DhoNy%20Kampoes%20Biroe%20%20Makalah%20Perilaku%20Organisasi%20%20Manajemen%20Konflik%20Dalam%20Organisasi.htm
Langganan:
Postingan (Atom)