Minggu, 17 November 2013

Strategi dan Perencanaan Pemasaran



Proses Perencanaan Pemasaran Strategis
Bila organisasi telah mengembangkan orientasi pelanggan yang sesuai dan telah menilai pasarnya dan memikirkan cara segmentasinya, tugas penting berikutnya adalah mengembangkan rencana stragtegi pemasaran. Dari rencana ini akan muncul taktik pemasaran dari hari ke hari. Agar perencanaan pemasaran dapat seksama, konsisten, maka organisasi perlu mengikuti Proses Perencanaan Pemasaran Stragtegis (PPPS).
Langkah-langkah dalam proses perencanaan stragtegis adalah:
1.      Mengidentifikasi misi, objektif, dan tujuan khusus organisasi.
2.      Menentukan ancaman dan peluang dalam lingkungan eksternal.
·         Hal ini memerlukan evaluasi public yang harus diperhatikan organisasi. Organisasi sendiri memerlukan pertukaran dengan beberapa public. Public adalah kelompok orang dan organisasi yang berbeda yang memiliki minat actual atau potensial atau dampak pada organisasi.
·         Public dapat digilongkan sebagai berikut:
a.       Public input           : Donor, pemasok, dan pendukung.
b.      Public internal       : manajemen, dewan, staf, dan relawan.
c.       Public perantara    : pedagang, agen, fasilitator, dan firma pemasaran.
d.      Public pemakai      : klien, public setempat, public sktifis, public umum, public media, dan public pesaing.
·         Public tempat organisasi mencari beberapa respon yang disebut dengan pasar. Pasar adalah kelompok orang, organisasi, atau keduanya yang berbeda yang memiliki sumber daya yang ingin ditukarkan atau ingin melakukjan pertukaran untuk meraih keuntungan.
3.      Menganalisis lingkungan pesaing.
·         Disini organisasi harus mengenal pesaing pada beberapa tingkat:
a.       Keinginan.
b.      Generic.
c.       Bentuk jasa.
d.      Perusahaan.
4.      Membandingkan peluang dan ancaman dalam lingkungan eksternal dengan kekuatan dan kelemahan organisasi untuk membuat tujuan, misi, dan objektif pemasaran yang akan dicapai yang telah ditetapkan dalam objektif jangka panjang manajemen puncak.
Satu pendekatan yang berguna untuk tugas ini adalah perencanaan portofolio, yaitu perencanaan strategi menilai penawaran organisasi sekarang dan potensial untuk menetapkan yang harus dikembangkan, dijaga, dituai, atau dihapuskan/dihilangkan.
a.       Pendekatan Portofolio Boston Consulting Group (BCG)
Memerlukan penilaian terhadap semua penawaran organisasi yang memakai dua dimensi:
1.      Pertumbuhan pasar à angka pertumbuhan tahunan pasar yang bersangkutan.
2.      Pangsa pasar à kinerja organisasi.
b.      Pendekatan McKinsey/General Electric.
Lebih diterapkan pada organisasi nirlaba yang menggunakan dua dimensi:
1.      Daya tarik pasar.
2.      Kekuatan organisasi.
Mengikuti analisis ini, organisasi harus mengembangkan strategi pemasaran pokok untuk tiap penawaran. Ini berarti memilih segmen pasar sasaran, memiliki posisi kompetitif, dan mengembangkan bauran pemasaran yang efektif untuk mencapai dan melayani konsumen terpilih. Bauran pemasaran meliputi campuran penawaran, harga, tempat, dan promosi yang dipakai organisasi untuk mencapai objektifnya di pasar sasaran.
Bila strategi pemasaran telah dibuat, ahli strategi harus yakin bahwa struktur dan sistem manajemen organisasinya tepat, standar kinerja tertentu telah dipilih, dan taktik pemasaran yang rinci telah ditetapkan.
Langkah akhir kemudian menyangkut pelaksanaan strateggi dan taktik dan menilai kinerja terhadap standar kinerja yang telah ditetapkan. Penilaian akhir ini kemudian memberikan umpan balik kepada strategi pemasaran pokok atau siklus proses perencanaan startegi berikutnya.

Riset Pemasaran
Sebagian besar operasi nirlaba kurang menjalankan riset pemasaran seperti yang seharusnya karena adanya mitos:
1.      Mitos “Big Decision”
Seringkali riset pemasaran dianggap perlu hanya untuk keputusan-keputusan yang hanya melibatkan resiko keuangan yang tinggi, dan pada kasus seperti ini harus dilakukan.
2.      Mitos “Survey Myopia”
Informasi yang dapat dipercaya dan dapat meningkatkan keputusan pemasaran dan dapat dianggap sebagai riset pemasaran.
3.      Mitos “Big Bucks”
Agar menjadi pemakai riset pemasaran yang berpendidikan, manajer harus tahu bagaimana dan kapan harus melakukan riset survey tradisional dan bagaimana dan kapan menggunakannya.
4.      Mitos “Sophisticated Researcher”
Para eksekutif nirlaba  yang berencana akan melakukan program riset seharusnya telah mengenal paling tidak prinsip-prinsip dasar dari sampling acak, rancangan kuesioner, dan presentasi grafik dan hasilnya.
5.      Mitos “Most-Research-Is-Not-Read”
·         Dilakukan setelah manajer menjelaskan kepada peneliti mengenai alternative-alternatif keputusan yang ada dan keputusan mana yang memerlukan informasi tambahan.
·         Hubungan antara hasil dan keputusan jelas dimengerti.
·         Hasil-hasilnya dikomunikasikan dengan sebaik-baiknya.
Jadi organisasi nirlaba berasumsi bahwa riset pemasaran hanya dipakai untuk keputusan-keputusan penting, yang melibatkan survey besar, waktu yang banyak, selalu mahal, memerlukan peneliti yang canggih, dan jika sudah selesai biasanya tidak selalu siap pakai. Tetapi riset yang memakai berbagai teknik yang berbeda, banyak diantaranya dengan biaya rendah, dapat menjadi sangat berharga bagi bermacam-macam keputusan.
Riset dapat membantu manajer menggambarkan, menjelaskan, atau meramal karasteristik pasar. Banyak riset nirlaba yang diterapkan, meskipun beberapa diantaranya berupa riset dasar atau metodologi. Kondisi yang diterapkan menyediakan kerangka yang baik bagi keputusan anggaran dan rancangan proyek riset tertentu.
Ada beberapa pendekatan dalam penganggaran riset, termasuk riwayat pencapaian, persen pendapatan, perbandingan kompetitif, dan penganggaran yang baik. Pendekatan biaya-manfaat dipilih, karena secara eksplisit memperhitungkan penggunaan hasil-hasilnya. Teori keputusan formal memperbolehkan manajer mengestimasi kerugian ekonomik karena ketidakpastian menegnai tindakan yang seharusnya diambil. Ini jelas menunjukkan batasan atas anggaran riset. Jumlah sebenarnya yang dapat dipakai kemudian bergantung kepada kualitas yang dicapai pengeluarannya.
Aplikasi orientasi juga menyarankan proses desain riset “kebelakang”. Di sini manajer riset pertama melihat keputusan yang harus diambil dengan memakai hasil riset dan kemudian bekerja mundur untuk merancang studi yang dapat menginformasikan keputusan dengan sebaik-baiknya. Langkah kedua adalah menentukan format laporan yang mampu memberikan informasi yang berguna secara manajerial. Bentuk laporan selanjutnya menyarankan tipe analisa yang dibutuhkan, yang dapat menjelaskan cara dikumpulkan dan diproses.
Manajemen proyek individual harus melibatkan perhatian yang penuh dalam kaitannya dengan bias potensial dan kemudian evaluasi yang tepat untuk keberhasilan atau kegaga;an setelah proyek selesai. Evaluasi dan control tersebut terutama penting jika organisasi mengembangkan program berkesinambungan dalam riset strategis selama beberapa tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar