Rabu, 23 April 2014

Tanya Jawab Perencanaan Perpajakan (2)

4. Sebuah perusahaan akan melakukan merger dan perusahaan tersebut juga akan melakukan revaluasi aktivanya, saudara diminta menjadi penasehat dalam bidang perpajkannya, bagaimankah saudara memberikan pendapat tersebut? Jelaskan dengan perhitungan.
Jawab:

1.      Penggabungan Usaha (Business combination) adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain. (PSAK No.22).
Revaluasi aktiva tetap merupakan penilaian kembali aktiva tetap yang tercatat dalam buku perusahaan dan masih digunakan untuk kegiatan perusahaan agar nilai yang tercantum dalam buku/laporan keuangan tersebut sesuai dengan nilai pasar wajar yang berlaku pada saat dilakukannya revaluasi tersebut. Manfaat revaluasi antara lain:
a.       Dapat menciptakan performance of balance sheet yang lebih baik, sebagai akibat meningkatnya nilai aktiva dan modal.
b.      Meningkatkan kepercayaan para pemegang saham, karena kenaikan nilai aktiva dapat dicatat sebagai tambahan nilai saham (saham bonus)
c.       Meningkatkan kepercayaan kreditur, sebagai dampak membaiknya beberapa rasio keuangan   perusahaan,   khususnya   yang   ditunjukkan   oleh  debt   to   assets  ratio dan debt to equity ratio.
Contoh perhitungan Revaluasi Aktiva:
Revaluasi Hotel Montana Dua Malang
Selisih nilai pada aktiva tetap sebelum dan sesudah revaluasi sebesar Rp 5.420.090.031,24. Dari selisih revaluasi tersebut dikenakan pajak 10% bersifat final, sehingga pajak yang harus dibayar akibat adanya revaluasi adalah sebesar  Rp 542.009.003,12. Selisih revaluasi akan tampak pada neraca sisi pasiva di bagian modal. Sedangkan pengaruhnya terhadap laporan laba rugi perusahaan terlihat pada biaya usaha pada poin depresiasi aktiva tetap.

Perhitungan penghematan pajak:
Nilai komersial per 31 Desember 2001 sebagai berikut :
- Tanah Rp 900.000.000.
- Bangunan permanent (20 tahun) Rp 1.200.000.000.
- Akumulasi penyusutan bangunan 7 tahun (Rp 420.000.000)
- Peralatan dan kendaraan kelompok 2 Rp 1.600.000.000.
- Akumulasi penyusutan peralatan dan kendaraan 7 tahun (Rp 1.400.000.000). 
            Hasil penilaian sesuai harga pasar
            - Tanah Rp 3.960.000.000
            - Bangunan Rp 2.420.000.000
            - Peralatan / kendaraan Rp 920.000.000
Prediksi laba tahun 2002 (sebelum penyusutan) : Rp 350.000.000

Jika melakukan revaluasi
Aktiva Tetap
Nilai Buku
(dalam Rp)
Harga Pasar
(dalam Rp)
Selisih Lebih Revaluasi
(dalam Rp)
Tanah
Bangunan
Peralatan dan Kendaraan
900.000.000
780,000,000
   200,000,000
3.960.000.000
2.420.000.000
920.000.000
3.060.000.000
1.640.000.000
720.000.000

PPh final 10%
1.880.000.000

5.420.000.000
542.000.000
           
Laba
 Rp    350.000.000
Penyusutan

-       Bangunan = Rp 3.960.000.000 x 5%
(Rp    198.000.000)
-       Peralatan&kendaraan = Rp920.000.000 x 12,5%
(Rp    115.000.000)
Penghasilan Kena Pajak
 Rp      37.000.000
Pajak PPh badan 25%
 Rp        9.250.000     
Jumlah pajak yg harus dibayar
Rp    551.250.000


Jika tidak melakukan revaluasi
Laba
 Rp   350.000.000
Penyusutan

-       Bangunan
(Rp    60.000.000)
-       Peralatan&kendaraan
(Rp    20.000.000)
Penghasilan Kena Pajak
 Rp   270.000.000
Pajak PPh badan 25%
 Rp     67.500.000

DASAR HUKUM REVALUASI
a.    Undang-undang RI nomor 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
b.   Pasal 4 huruf m : yang menjadi objek pajak penghasilan adalah selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
c.    Pasal 11 ayat (5) : apabila Wajib Pajak melakukan  penilaian kembali aktiva maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
d.   Keputusan Dirjen Pajak KEP-519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002 tentang Tata Cara Prosedur Pelaksanaan Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan
e.    Keputusan Menteri Keuangan RI No. 486/KMK.03/2002 tentang Penilaian Kembali Aktiva Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan.
f.    Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Perusahan untuk Tujuan Perpajakan.


5. Sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri minuman buah, mencoba membuka industrinya di kawasan Kota Batu, industri ini berencana memasarkan produknya baik untuk konsumsi nasional, separuh di ekspor separuh lg di jual di dalam negeri,  dan untuk konsumsi ekspor. Coba analisis dan bentuk perencanaan pajak yang sesuai dengan perusahaan tersebut,  jika perusahaan tersebut diperkirakan mendapatkan laba sekitar Rp. 700 juta?
Jawab:

       Pajak penghasilan pasal 24, merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri. PPh Pasal 24 ini boleh dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak.
Pada dasarnya, wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, baik penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Jika negara lain tempat Wajib Pajak dalam negeri tersebut mengenakan pajak penghasilan, Wajib Pajak tersebut akan membayar atau terutang pajak atas penghasilannya itu di negara yang bersangkutan (di luar negeri).
Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, maka besarnya pajak atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri

Contoh perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri:
PT Minuman Buah di Batu memperoleh penghasilan neto pada tahun 2013 sebagai berikut:
-          Penghasilan dari dalam negeri                  Rp 400.000.000
-          Penghasilan dari luar negeri                      Rp 300.000.000
(tarif pajak yang berlaku adalah 20%)
            Penghitungan kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah:
a.       Menghitung total PKP
Penghasilan dari dalam negeri                  Rp 400.000.000
Penghasilan dari luar negeri                      Rp 300.000.000
Jumlah penghasilan neto                           Rp 700.000.000
b.      Menghitung total PPh terutang:
Tariff PPh Pasal 17 ayat (1) b x penghasilan kena pajak
25% x Rp 700.000.000 = Rp 175.000.000
d.      Menghitung PPh yang dipotong atau dibayar di luar negeri
Tarif pajak di luar negeri x penghasilan luar negeri
20% x Rp 300.000.000 = Rp 60.000.000
Kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah Rp 75.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di luar negeri. Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan penghitungan total PPh terutang, PPh maksimum dikreditkan sesuai perbandingan penghasilan, dan PPh terutang atau dibayar di luar negeri, kemudian dipilih nilai terendah.
6.  Kita tahu bahwa mulai bulan Juli 2013 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh oleh Wajb Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Uraikan Strategi Perencanaan dan Manajemen Pajak Perusahaan bagi Wajib Pajak yang tergolong sebagai Wajib Pajak PP 46 Tahun 2013.
Jawab:
             Pada tanggal 13 Juni 2013 lalu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 (PP 46/2013). Peraturan ini mulai berlaku efektif sejak 1 Juli 2013. Dengan diterbitkannya PP 46/2013, orang pribadi maupun badan dengan omzet sampai dengan 4,8 milyar dalam satu tahun pajak dikenai pajak final sebesar 1% dari omzet bulanan.
            Pajak yang bersifat final mengakibatkan pengusaha yang mengalami kerugian tidak dapat mengkompensasi kerugiannya dan tetap harus membayar pajak. Tentu, hal ini akan cenderung memberatkan pengusaha dengan keuntungan yang tidak menentu. Hal ini berbeda dengan mekanisme penghitungan pajak pada umumnya yang memperhitungkan kerugian. Dengan menggunakan mekanisme pada umumnya, wajib pajak yang mengalami kerugian dalam satu tahun pajak tidak perlu membayar pajak penghasilan dalam tahun tersebut. Selain itu, kerugian yang diderita dapat dikompensasikan ke penghitungan pajak tahun berikutnya.
           Selain itu, penerapan tarif flat sebesar 1% dari omzet dapat mengakibatkan pengusaha dengan margin laba bersih besar akan membayar beban pajak yang lebih ringan dibandingkan dengan pengusaha dengan margin laba bersih yang lebih kecil.
            Dalam konteks ini, pihak asing yang berinvestasi di Indonesia melalui BUT tidak tercakup dalam PP 46/2013, sedangkan bentuk lain seperti PMA tetap tercakup di dalamnya (selama omzetnya tidak melebihi 4,8 miliar rupiah).
  
7. Perusahaan MU memiliki penjualan sebesar 60 milyar. Dengan informasi pembelian sebesar 40 Milyar (sebelum PPN). Beban operasional perusahaan  sebesar 10 Milyar (terdiri dari gaji karyawan, penyusutan dll). Bandingkan kalau perusahaan MU melakukan pembelian pada perusahaan yang PKP dengan perusahaan yang tidak PKP? Berapa total masing-masing pajak yang dibayar? Berapa tax saving yang bisa diperoleh Perusahaan MU?
    Jawab:
   
Contoh perhitungan Membeli Dari PKP: 
P     PT MU  membeli barang dari PKP senilai Rp 44.000.000.000 (harga + PPN), PT. MU  menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20%, menjadi seharga Rp 52.800.000.000  (Rp 40.000.000.000 + Rp 8.000.000.000 + Rp4.800.000.000 ). Atas mekanisme ini maka PT. MU membayar PPN sebesar Rp 800.000.000 (Rp 4.800.000.000 dikurang Rp 4.000.000.000).
  Contoh perhitungan Membeli Dari Non-PKP: 
P   PT.MU membeli barang dari Non PKP senilai Rp 40.000.000.000, PT MU menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20% menjadi seharga Rp 52.800.000.000 (Rp 40.000.000.000 + Rp 8.000.000.000 + Rp. 4.800.000.000). Atas mekanisme ini maka PT.MU membayar PPN sebesar Rp 4.800.000.000.
P    Pada kasus ini PT MU sebaiknya melakukan pembelian pada perusahaan yang PKP, karena dapat melakukan tax saving hingga Rp 4.000.000.000






Tidak ada komentar:

Posting Komentar