4. Sebuah perusahaan akan melakukan merger
dan perusahaan tersebut juga akan melakukan revaluasi aktivanya, saudara
diminta menjadi penasehat dalam bidang perpajkannya, bagaimankah saudara
memberikan pendapat tersebut? Jelaskan dengan perhitungan.
Jawab:
1.
Penggabungan
Usaha (Business combination) adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang
terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting
with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas
aktiva dan operasi perusahaan lain. (PSAK No.22).
Revaluasi aktiva tetap merupakan
penilaian kembali aktiva tetap yang tercatat dalam buku perusahaan dan masih
digunakan untuk kegiatan perusahaan agar nilai yang tercantum dalam
buku/laporan keuangan tersebut sesuai dengan nilai pasar wajar yang berlaku
pada saat dilakukannya revaluasi tersebut. Manfaat
revaluasi antara lain:
a.
Dapat menciptakan performance of
balance sheet yang lebih baik, sebagai akibat meningkatnya nilai aktiva dan
modal.
b.
Meningkatkan kepercayaan para
pemegang saham, karena kenaikan nilai aktiva dapat dicatat sebagai tambahan
nilai saham (saham bonus)
c.
Meningkatkan kepercayaan kreditur,
sebagai dampak membaiknya beberapa rasio keuangan perusahaan,
khususnya yang ditunjukkan
oleh debt to
assets ratio dan debt to
equity ratio.
Contoh perhitungan Revaluasi Aktiva:
Revaluasi Hotel Montana Dua Malang
Selisih nilai pada aktiva tetap sebelum
dan sesudah revaluasi sebesar Rp 5.420.090.031,24. Dari selisih revaluasi
tersebut dikenakan pajak 10% bersifat final, sehingga pajak yang harus dibayar
akibat adanya revaluasi adalah sebesar
Rp 542.009.003,12. Selisih revaluasi akan tampak pada neraca sisi pasiva
di bagian modal. Sedangkan pengaruhnya terhadap laporan laba rugi perusahaan
terlihat pada biaya usaha pada poin depresiasi aktiva tetap.
Perhitungan
penghematan pajak:
Nilai komersial per 31 Desember 2001
sebagai berikut :
- Tanah Rp 900.000.000.
- Bangunan permanent (20 tahun) Rp
1.200.000.000.
- Akumulasi penyusutan bangunan 7 tahun
(Rp 420.000.000)
- Peralatan dan kendaraan kelompok 2 Rp
1.600.000.000.
- Akumulasi penyusutan peralatan dan
kendaraan 7 tahun (Rp 1.400.000.000).
Hasil penilaian sesuai harga pasar
- Tanah Rp 3.960.000.000
- Bangunan Rp 2.420.000.000
- Peralatan / kendaraan Rp
920.000.000
Prediksi laba tahun 2002 (sebelum
penyusutan) : Rp 350.000.000
Jika
melakukan revaluasi
Aktiva Tetap
|
Nilai Buku
(dalam Rp)
|
Harga Pasar
(dalam Rp)
|
Selisih Lebih
Revaluasi
(dalam Rp)
|
Tanah
Bangunan
Peralatan
dan Kendaraan
|
900.000.000
780,000,000
200,000,000
|
3.960.000.000
2.420.000.000
920.000.000
|
3.060.000.000
1.640.000.000
720.000.000
|
PPh
final 10%
|
1.880.000.000
|
5.420.000.000
542.000.000
|
Laba
|
Rp
350.000.000
|
Penyusutan
|
|
- Bangunan = Rp
3.960.000.000 x 5%
|
(Rp 198.000.000)
|
- Peralatan&kendaraan
= Rp920.000.000 x 12,5%
|
(Rp 115.000.000)
|
Penghasilan
Kena Pajak
|
Rp
37.000.000
|
Pajak
PPh badan 25%
|
Rp
9.250.000
|
Jumlah
pajak yg harus dibayar
|
Rp 551.250.000
|
Jika
tidak melakukan revaluasi
Laba
|
Rp
350.000.000
|
Penyusutan
|
|
- Bangunan
|
(Rp 60.000.000)
|
- Peralatan&kendaraan
|
(Rp 20.000.000)
|
Penghasilan
Kena Pajak
|
Rp
270.000.000
|
Pajak
PPh badan 25%
|
Rp
67.500.000
|
DASAR
HUKUM REVALUASI
a.
Undang-undang
RI nomor 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
b.
Pasal
4 huruf m : yang menjadi objek pajak penghasilan adalah selisih lebih karena
penilaian kembali aktiva.
c.
Pasal
11 ayat (5) : apabila Wajib Pajak melakukan
penilaian kembali aktiva maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai
setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
d.
Keputusan
Dirjen Pajak KEP-519/PJ/2002 tanggal 2 Desember 2002 tentang Tata Cara Prosedur
Pelaksanaan Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan
e.
Keputusan
Menteri Keuangan RI No. 486/KMK.03/2002 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan.
f.
Peraturan
Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva
Perusahan untuk Tujuan Perpajakan.
5. Sebuah perusahaan yang bergerak dalam
bidang industri minuman buah, mencoba membuka industrinya di kawasan Kota Batu,
industri ini berencana memasarkan produknya baik untuk konsumsi nasional, separuh di ekspor separuh lg di
jual di dalam negeri, dan untuk konsumsi ekspor. Coba analisis dan
bentuk perencanaan pajak yang sesuai dengan perusahaan tersebut, jika perusahaan tersebut diperkirakan
mendapatkan laba sekitar Rp. 700 juta?
Jawab:
Pajak
penghasilan pasal 24, merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dalam negeri. PPh Pasal 24 ini boleh dikreditkan terhadap total pajak
penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak.
Pada dasarnya, wajib pajak dalam negeri
terutang pajak atas seluruh penghasilan, baik penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri. Jika negara lain tempat Wajib Pajak dalam negeri
tersebut mengenakan pajak penghasilan, Wajib Pajak tersebut akan membayar atau
terutang pajak atas penghasilannya itu di negara yang bersangkutan (di luar
negeri).
Untuk meringankan beban pajak ganda yang
dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri, maka besarnya pajak atas penghasilan Wajib Pajak
dalam negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dapat
dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
dalam negeri
Contoh
perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri:
PT Minuman Buah di Batu memperoleh
penghasilan neto pada tahun 2013 sebagai berikut:
-
Penghasilan
dari dalam negeri Rp
400.000.000
-
Penghasilan
dari luar negeri Rp
300.000.000
(tarif pajak yang berlaku adalah 20%)
Penghitungan kredit pajak luar
negeri yang diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah:
a.
Menghitung
total PKP
Penghasilan dari dalam negeri Rp 400.000.000
Penghasilan dari luar negeri Rp 300.000.000
Jumlah penghasilan neto Rp 700.000.000
b.
Menghitung
total PPh terutang:
Tariff PPh Pasal 17 ayat (1) b x
penghasilan kena pajak
25% x Rp 700.000.000 = Rp 175.000.000
d.
Menghitung PPh yang dipotong atau
dibayar di luar negeri
Tarif pajak di luar negeri x penghasilan luar negeri
20% x Rp 300.000.000 = Rp 60.000.000
Kredit
pajak luar negeri yang diperbolehkan (PPh Pasal 24) adalah Rp 75.000.000 atau
sebesar PPh yang terutang atau dibayar di luar negeri. Jumlah ini diperoleh
dengan membandingkan penghitungan total PPh terutang, PPh maksimum dikreditkan
sesuai perbandingan penghasilan, dan PPh terutang atau dibayar di luar negeri,
kemudian dipilih nilai terendah.
6. Kita tahu bahwa mulai bulan Juli 2013
telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh oleh Wajb
Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Uraikan Strategi Perencanaan dan
Manajemen Pajak Perusahaan bagi Wajib Pajak yang tergolong sebagai Wajib Pajak
PP 46 Tahun 2013.
Jawab:
Pada tanggal 13 Juni 2013 lalu,
pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 (PP 46/2013).
Peraturan ini mulai berlaku efektif sejak 1 Juli 2013. Dengan diterbitkannya PP
46/2013, orang pribadi maupun badan dengan omzet sampai dengan 4,8 milyar dalam
satu tahun pajak dikenai pajak final sebesar 1% dari omzet bulanan.
Pajak
yang bersifat final mengakibatkan pengusaha yang mengalami kerugian tidak dapat
mengkompensasi kerugiannya dan tetap harus membayar pajak. Tentu, hal ini akan
cenderung memberatkan pengusaha dengan keuntungan yang tidak menentu. Hal ini
berbeda dengan mekanisme penghitungan pajak pada umumnya yang memperhitungkan
kerugian. Dengan menggunakan mekanisme pada umumnya, wajib pajak yang mengalami
kerugian dalam satu tahun pajak tidak perlu membayar pajak penghasilan dalam
tahun tersebut. Selain itu, kerugian yang diderita dapat dikompensasikan ke
penghitungan pajak tahun berikutnya.
Selain
itu, penerapan tarif flat sebesar 1% dari omzet dapat mengakibatkan
pengusaha dengan margin laba bersih besar akan membayar beban pajak yang lebih
ringan dibandingkan dengan pengusaha dengan margin laba bersih yang lebih
kecil.
Dalam
konteks ini, pihak asing yang berinvestasi di Indonesia melalui BUT tidak
tercakup dalam PP 46/2013, sedangkan bentuk lain seperti PMA tetap tercakup di
dalamnya (selama omzetnya tidak melebihi 4,8 miliar rupiah).
7. Perusahaan MU memiliki penjualan sebesar
60 milyar. Dengan informasi pembelian sebesar 40 Milyar (sebelum PPN). Beban
operasional perusahaan sebesar 10 Milyar
(terdiri dari gaji karyawan, penyusutan dll). Bandingkan kalau perusahaan MU
melakukan pembelian pada perusahaan yang PKP dengan perusahaan yang tidak PKP?
Berapa total masing-masing pajak yang dibayar? Berapa tax saving yang bisa
diperoleh Perusahaan MU?
Jawab:
Contoh perhitungan Membeli Dari PKP:
P PT
MU membeli barang dari PKP senilai Rp
44.000.000.000 (harga + PPN), PT. MU menjual kembali dengan mengambil
keuntungan 20%, menjadi seharga Rp 52.800.000.000 (Rp 40.000.000.000 + Rp
8.000.000.000 + Rp4.800.000.000 ). Atas mekanisme ini maka PT. MU membayar PPN
sebesar Rp 800.000.000 (Rp 4.800.000.000 dikurang Rp 4.000.000.000).
Contoh
perhitungan Membeli Dari Non-PKP:
P PT.MU membeli barang dari Non PKP senilai Rp 40.000.000.000, PT MU menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20% menjadi seharga Rp 52.800.000.000 (Rp 40.000.000.000 + Rp 8.000.000.000 + Rp. 4.800.000.000). Atas mekanisme ini maka PT.MU membayar PPN sebesar Rp 4.800.000.000.
P Pada kasus ini PT MU sebaiknya melakukan pembelian pada perusahaan yang PKP, karena dapat melakukan tax saving hingga Rp 4.000.000.000
P PT.MU membeli barang dari Non PKP senilai Rp 40.000.000.000, PT MU menjual kembali dengan mengambil keuntungan 20% menjadi seharga Rp 52.800.000.000 (Rp 40.000.000.000 + Rp 8.000.000.000 + Rp. 4.800.000.000). Atas mekanisme ini maka PT.MU membayar PPN sebesar Rp 4.800.000.000.
P Pada kasus ini PT MU sebaiknya melakukan pembelian pada perusahaan yang PKP, karena dapat melakukan tax saving hingga Rp 4.000.000.000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar