Rabu, 19 Maret 2014

Environmental Scanning and Industry Analysis



Pemindaian Lingkungan (Environmental Scanning)

Environmental scanning adalah kegiatan memonitor, mengevaluasi, dan  menyebarkan informasi kepada key people di perusahaan,yang digunakan untuk menghindari hal-hal tidak terduga dan untuk kesehatan  jangka panjang perusahaan. Dalam pemindaian lingkungan, kita juga harus mengidentifikasi variable lingkungan eksternal, yang pertama harus dilakukan adalah memperhatikan:
a.       Kekuatan ekonomi, kekuatan dalam  mengatur perubahan bahan dasar, uang, dan informasi
b.      Kekuatan  teknologi, kekuatan dalam  menghasilkan penemuan pemecahan masalah
c.       Political-legal force, memberikan kekuatan danmenyediakan perlindungan hukum
d.      Sociocultural force, kekuatan mengatur  nilai, adat-istiadat dan perkumpulan masyarakat.

Evolusi Industri
a.       Fragmented Industry, dimana tidak ada perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang besar, dan setiap perusahaan hanya melayani sebagian kecildari total pasar dalam persaingan dengan orang lain (misalnya, Cleaning Service).
b.      Consolidated Industry, didominasi oleh beberapa perusahaan besar,yang masing-masing perjuangan untuk membedakan  produknya dari para pesaing
Perusahaan mempunyai kategori berdasarkan orientasi strategi dan kombinasi struktur,kultur, dan proses yang konsisten untuk dilakukan, terdapat 4 tipe strategi:
1.      Defenders, perusahaan dengan lini produk terbatas yang berfokus pada peningkatan efisiensi operasi yang sudah ada.
2.      Prospectors. perusahaan dengan lini produk yang cukup luas yang berfokus pada inovasi produk dan peluang pasar.
3.      Analyzers, perusahaan yang beroperasi setidaknya di dua pasar-produk yang berbeda daerah satu stabil dan satu variabel.
4.      Reactors, perusahaan yang tidak memiliki hubungan strategi-struktur-budaya yang konsisten

Selasa, 18 Maret 2014

Organisasi Pengelolaan Keuangan



Organisasi Pengelolaan Keuangan

Pelaksanaan otonomi daerah berimplikasi pada keleluasaan pemerintah daerah (pemda) dalam mengelola keuangannya. Untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dari sisi finansial, pemda harus mampu menggali potensi sumber-sumber ekonominya secara efektif dan efisien.
Sistem pertanggungjawaban anggaran yang dulu berlaku dianggap tidak akuntabel, tidak dapat digunakan untuk memanaje keuangan daerah dan tidak transparan. Beberapa temuan yang mendukung pernyataan tersebut adalah: (Mardiasmo, 2000)
  1.  Beberapa pos belanja rutin kurang jelas: belanja lain-lain, pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain, pengeluaran tak tersangka.
  2. Dasar penyusunan anggaran menggunakan line item budget dan incremental,
  3. Tolok ukur kinerja: anggaran sebagai batas maksimal sehingga ada kecenderungan menghabiskan anggaran,
  4. Alokasi belanja investasi belum mencerminkan prioritas dan kebutuhan daerah serta cenderung berdasar keseragaman pembagian 20 sektor,
  5. Belum ada kejelasan pengertian kegiatan rutin dan investasi sehingga ada kegiatan rutin yang masuk dalam kegiatan investasi,
  6. Koordinasi pengalokasian belanja rutin dan investasi belum berjalan baik,
  7. Peran tim anggaran eksekutif (TAE) masih dominan,
  8. Penyusunan tim anggaran belum didasarkan tolok ukur kinerja yang jelas,
  9. Peran DPRD belum dioptimalkan dalam penyusunan anggaran policy.
Pencanangan otonomi daerah mulai 1 Januari 2001 membawa konsekuensi reformasi dibidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemda. Sebagai titik awal, desakan reformasi tersebut diperkuat dengan terbitnya PP 105/2000 yang mengharuskan pemda menyusun pertanggungjawaban yang terdiri atas: Laporan perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas dan neraca Daerah. Informasi ini dinilai komprehensif karena memuat aset, hutang, pendapatan, biaya serta komitmen.
Kondisi ini memaksa daerah untuk memikirkan ulang bentuk organisasi pengelola keuangan daerah: mempertahankan keberadaan bagian keuangan ataukah membentuk dinas/badan pengelola keuangan. Semua sah-sah saja, yang terpenting adalah bahwa organisasi tersebut dapat menghasilkan informasi yang qualified.
Kualifikasi informasi ditentukan oleh berbagai hal, yaitu: akurat (bebas dari kesalahan dan tidak bias), tepat waktu (timelines), relevansi (manfaat yang diperoleh oleh pemakai informasi). Pada tingkatan tertentu dibutuhkan pula ketelitian (precise).
Informasi keuangan daerah yang qualified dihasilkan oleh sistem informasi yang qualified pula. Menurut Bodnar dan Hopwood (1995) tujuan sistem informasi adalah: 1) memperbaiki kualitas, 2) memperbaiki pengendalian intern, 3) meminimalkan kos. Davis et. al. (1990) mengemukakan sasaran sistem informasi yang lebih spesifik, yaitu:
  1. Simplicity (kesederhanaan): mudah dipahami dan diterapkan,
  2. Flexibility (fleksibilitas): memudahkan perubahan saat dibutuhkan,
  3. Reliability (keandalan): menjamin kecermatan pemrosesan data secara berkesinambungan. Adanya kemampuan memback-up data kalau ada bagian yang gagal.
  4. Timelines (tepat waktu): mampu membuat prioritas pemrosesan, sehingga outputnya yang kritis dapat diproses pada saat yang tepat.
  5. Feasibility (kelayakan): berhubungan dengan biaya dan manfaatnya.
  6. Participation (partisipasi): meningkatkan komitmen pegawai pada organisasi.

Pengelolaan Keuangan Daerah
Membahas lembaga pengelola keuangan daerah, berhubungan dengan pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah mencakup tahapan perencanaan – pelaksanaan – pertanggungjawaban. Pembentukan lembaga tersebut, mestinya dapat memenuhi tanggungjawabnya di setiap tahapan tersebut.
Secara sederhana, organisasi dibentuk untuk menciptakan koordinasi yang solid antara berbagai pihak. Struktur tersebut semestinya dirancang untuk mencapai konsistensi internal dan keharmonisan dengan situasi organisasi (Mintzberg, 1993). Konfigurasi koordinasi dari tahap sederhana ke yang kompleks adalah sebagai berikut: (Mintzberg, 1993).
  1. Mutual Adjustment: koordinasi melalui proses komunikasi informal.
  2. Direct Supervision: koordinasi dengan pembagian tanggungjawab.
  3. Standardized:
  • Work Processed Standardized: koordinasi melalui proses penanganan pekerjaan.
  • Outputs Standardized: koordinasi melalui standarisasi output.
  • Skills and Knowledge: koordinasi tercipta melalui pelatihan SDM sebelum pekerjaan dilakukan.
Sejalan dengan kompleksitas pekerjaan, koordinasi akan bergerak dari mutual adjustment ke standardized dan akan kembali ke mutual adjustment. Mencermati regulasi pembentukan kelembagaan, gejalanya masih berada pada tahap direct supervision. Pada sisi lain, paling tidak diperlukan model konfigurasi work processed standardized. Perlahan tapi pasti, tuntutan pertanggungjawaban yang ada sekarang memaksa pembentukan struktur organisasi dengan konfigurasi model outputs standardized.
Konfigurasi model outputs standardized berbeda dengan uniform outputs. Outputs standardized berpegang pada norma umum tentang output informasi keuangan masing-masing departemen, sedangkan uniform outputs bermakna sangat sempit – terlalu kaku dan bisa jadi lepas dari substansi. Uniform outputs dapat mendistorsi substansi informasi yang mestinya tersaji. Masing-masing departemen/jenjang manajemen menerima information overload. Akibatnya, informasi tidak terolah dengan baik sehingga keputusan menjadi tidak efektif. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah pemantapan tahap konfigurasi work processed standardized.
Mempertimbangkan berbagai hal diatas, penulis berpendapat bahwa:
1.      Bentuk organisasi pengelola keuangan yang paling sesuai adalah badan.
Institusi keuangan daerah merupakan supporting department aktivitas operasi pemerintahan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dikenal dengan lembaga teknis daerah. Ketugasan yang menjadi tanggungjawab lembaga ini mencakup (setidaknya) perencanaan, pengendalian dan dokumentasi.
2.      Unit-unit organisasi badan tersebut sebagaimana digambarkan pada halaman berikut:
Keberadaan sekretariat beserta sub bagian di bawahnya merupakan kebutuhan standar untuk semua dinas. Lingkup ketugasan yang ditangani cenderung bersifat internal.
Selanjutnya bidang keuangan dan kekayaan, dengan pertimbangan bahwa keduanya merupakan satu siklus yang berkelanjutan. Dengan penyatuan tersebut, akan meningkatkan kualitas pengelolaannya (Subiyanto, 2005).
Bidang Keuangan yang memiliki 4 sub bidang, ’melanggar’ Peraturan Pemerintah tentang Organisasi Perangkat Daerah yang membatasi jumlah sub bidang maksimal hanya 2. Ini sulit dihindari, mengingat sifat pekerjaan pengelolaan keuangan yang berkesinambungan dan berkelanjutan sejak perencanaan – pelaksanaan – pertanggungjawaban. Jika ketiga sub bidang ini dipisah, dapat memutus rantai nilai (value chain) yang mestinya terbentuk. Pertimbangan ini lebih luas daripada sekedar nilai tambah (value added).
Tambahan sub bidang Pembiayaan mempunyai kemiripan dengan sub bidang pengkajian dan pemanfaatan kekayaan daerah. Di masa mendatang, sub bidang ini bernilai strategis dalam mengoptimalkan kas daerah. Tugas utamanya adalah memperlihatkan pilihan-pilihan investasi dengan rasio terbaik antara peluang dan risiko. Instrumen keuangan yang dapat ditangani sub bidang ini antara lain: penerbitan obligasi daerah, investasi jangka pendek pada saham/obligasi,  penanaman modal daerah pada BUMD, peluang-peluang kerja sama investasi dengan pemerintah/pemerintah daerah/swasta, transfer pricing antar dinas, dll.
Sentralisasi pengelolaan aset akan lebih mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan – misalnya dinas teknis tidak perlu memikirkan pengadaan aset maupun pemeliharaannya. Tentu saja diperlukan kebijakan lebih lanjut untuk menentukan batasan pengadaan dan pemeliharaan aset, akankah dilakukan oleh Dinas ataukah Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan.
Berbeda dengan bidang keuangan, pekerjaan sub bidang pada bidang kekayaan bersifat independen antara yang satu dengan yang lain. Sub bidang pengkajian dan pemanfaatan akan memutuskan apakah aset yang dimiliki akan disewakan, dimanfaatkan sendiri ataukah dijual. Guna menunjang penyelenggaraan pemerintahan, sub bidang ini juga dapat memberikan pertimbangan, apakah perlu membeli/sewa/sewa beli (leasing)/kredit pemilikan.
Belanja ada yang bersifat revenue expenditure (dalam konteks public service baca: belanja operasi) dan capital expenditure (belanja modal). Output belanja modal umumnya akan berbentuk aset fisik. Pengelolaan aset fisik inilah yang membutuhkan penanganan spesifik. Kekhususan ini memungkinkan daerah untuk mengoptimalkan seluruh kakayaan yang dimiliki.
Tujuan organisasi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Jawa Timur, adalah sebagai berikut :
  1. Mampu memanfaatkan dana yang tersedia secara optimal dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat ;
  2. Mendukung proses transparansi anggaran daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggung jawab ;
  3. Memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan ;
  4. Meningkatkan kecepatan dan ketepatan pelaporan administrasi keuangan daerah ;
  5. Menginventarisir jumlah dan jenis pembiayaan yang didanai oleh DAU, Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ;
  6. Mewujudkan sinkronisasi dan integrasi aparat antara Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dan Unit/Dinas/Lembaga di Setda Provinsi Jawa Timur dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran ;
  7. Mewujudkan sinkronisasi antara Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif ;
  8. Mewujudkan dan meningkatkan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah ;
  9. Menghasilkan informasi tentang biaya dan hasil kerja bagi penyusunan target dan evaluasi pelaksanaan kerja.

Pengelolaan Keuangan Negara
Reformasi pengelolaan keuangan negara telah dilaksanakan melalui paket Undang-undang yang terdiri dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Reformasi tersebut telah menghasilkan berbagai perbaikan dalam sistem, prosedur dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara, termasuk di dalamnya keuangan daerah. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dari reformasi tersebut adalah penggunaan sistem anggaran berbasis kinerja yang membawa konsekwensi tanggung jawab pengelolaan keuangan negara/daerah melekat pada jabatan yang diemban oleh seorang pegawai negeri sipil.
Sebagai konsekwensi dari tanggung jawab tersebut, perlu upaya-upaya serius agar pejabat negara dapat melakukan pengelolaan keuangan negara/daerah dengan lebih berkualitas.Materi ini akan membahas 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh semua pejabat/pegawai yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara/daerah. Terminologi Pengelola Keuangan Negara merujuk pada semua jabatan yang berkaitan dengan penyusunan dan pelaksanaan APBN/D dari pimpinan tertinggi sampai staf terrendah. 10 materi yang harus dipahami oleh pengelola keuangan negara adalah:
1.      Cara penetapan APBN/D
2.      Anatomi dokumen anggaran
3.      Jenis dana yang tersedia
4.      Sistem pengendalian intern
5.      Komponen pokok organisasi satuan kerja
6.      Cara pemilihan penyedia barang/jasa
7.      Dokumen dasar belanja
8.      Cara pembayaran
9.      Perpajakan atas belanja Negara/daerah
10.  Pelaporan
http://dppkad.ponorogo.go.id/images/keu1.jpg
Cara Penetapan APBN/D
            APBN/D adalah dokumen anggaran, yang pada dasarnya adalah kebijakan keuangan pemerintah pusat/daerah. Namun tidak dipungkiri, penyusunan APBN/D adalah proses politik yang melibatkan unsur legislatif dan eksekutif. Prinsip pokok penetapan APBN/D adalah :
•    Anggaran disusun dalam perspektif waktu jangka menengah (3-5 tahun) sesuai visi dan misi Pimpinan Negara/Daerah bersangkutan. Visi dan misi pimpinan negara/daerah dituangkan dalam kebijakan umum dan prioritas anggaran.
•    Setiap instansi menjabarkan Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran ke dalam Rencana Kerja (tahunan). Penyusunan Rencana Kerja oleh masing-masing instansi secara normatif bersifat bottom up oleh masing-masing Satuan Kerja yang akan melaksanakan Anggaran.
•    Instansi yang bertanggungjawab dalam bidang perencanaan bertugas melakukan penelaahan konsistensi rencana kerja dengan kebijakan umum.
•    Instansi yang bertanggungjawab dalam bidang keuangan bertugas melakukan penelaahan konsistensi rencana kerja dengan prioritas anggaran
•    Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja diajukan oleh Pimpinan Negara/Daerah kepada Lembaga Legislatif bersangkutan untuk dilakukan pembahasan guna mendapatkan persetujuan.

Anatomi Dokumen Anggaran
            Dokumen anggaran menjelaskan 4 hal yang penting:
-          Untuk apa anggaran disediakan.
Anggaran disediakan untuk tujuan tertentu, secara teknis ditunjukkan dalam klasifikasi fungsi, sub fungsi. program, kegiatan, sub kegiatan. Ini artinya, tidak dapat dilakukan perubahan tujuan pengeluaran anggaran tanpa melakukan perubahan atas dokumen anggaran.
-          Oleh siapa anggaran dilaksanakan.
Dokumen anggaran dilaksanakan oleh unit yang disebut dengan Satuan Kerja. Meskipun disebut dengan nama istilah khusus, pada dasarnya Satuan Kerja melekat pada Struktur Organisasi Formal Pemerintah Pusat/Daerah. Sebagai pelaksanaan dari penyatuan anggaran (unified budget), maka untuk satu unit organisasi hanya terdapat satu Satuan Kerja.
-          Apa yang akan dihasilkan dari anggaran.
Dokumen anggaran juga menjelaskan klasifikasi penggunaan dana yang tersedia untuk belanja pegawai, belanja barang habis pakai, belanja modal, belanja bantuan sosial atau transfer.
-          Berapa batas tertinggi pengeluaran.
Angka yang tercantum dalam dokumen anggaran adalah batas batas pengeluaran tertinggi untuk unsure bersangkutan.

Jenis Dana yang Tersedia
            Jenis dana dalam APBN/D memberikan batasan penggunaan APBN/D bersangkutan. Bagi instansi yang berada di bawah pemerintah pusat, jenis dana tidak menjadi konstrain karena hanya mengelola satu jenis dana saja, yaitu dana pusat. Namun bagi instansi Pemerintah Daerah, yang juga merupakan kepanjangan Pemerintah Pusat di daerah, dana yang dikelola terdiri dari:
·         Dana APBD
·         Dana Dekonsentrasi
·         Dana Tugas Perbantuan
Masing-masing jenis dana memiliki aturan khusus menyangkut jenis kegiatan dan belanja yang dapat dibiayai.

Sistem Pengendalian Intern
            Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008 sebagai pelaksanaan dari pasal 58 Undang-undang 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada tingkat Satuan Kerja, pengensalian intern dilaksanakan dalam bentuk:
-          Lingkungan Pengendalian.
Lingkungan pengendalian pada Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk penetapan Struktur Organisasi yang tepat sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing berdasarkan ketentuan yang berlaku.
-          Penilaian Resiko.
Penilaian resiko pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk pemahaman resiko yang mungkin mengganggu proses pengadaan barang/jasa.
-          Kegiatan Pengendalian.
Kegiatan pengendalian pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam pengamanan atas asset-asset (termasuk dokumen) yang melekat dan yang akan dihasilkan oleh Satuan Kerja.
-          Informasi dan Komunikasi.
Informasi dan komunikasi pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk penyusunan laporan keuangan satuan kerja.
-          Pemantauan
pada tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk pemantauan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.

Komponen Pokok Organisasi Satuan Kerja
Melanjutkan pembahasan tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, pengelola Keuangan Negara harus memahami komponen pokok organisasi Satuan Kerja. Satuan Kerja dipimpin oleh Kepala Satuan Kerja/Kuasa Pengguna Anggaran dan sekurang-kurangnya harus terdiri dari tiga unit yang terpisah, yaitu:
a.       Pejabat Membuat Komitmen.
Pejabat Pembuat Komitmen yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara. Karena jenis belanja yang berbeda, pada prinsipnya Pejabat Pembuat Komitmen bekerja sesuai karakteristik jenis belanja masing-masing. Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran belanja negara bisa dalam bentuk Surat Keputusan atau Kontrak Perikatan dengan Penyedia Barang/Jasa. Khusus untuk Pejabat Pembuat Komitmen Belanja Barang/Jasa, sekurang-kurangnya harus dibantu oleh:
-          Pejabat pengadaan/panitia pengadaan/unit layanan pengadaan.
Unit ini membantu Pejabat Pembuat Komitmen mulai dari perencanaan pengadaan sampai dengan ditandatanganinya kontrak perikatan dengan penyedia barang/jasa.
-          Panitia pemeriksa barang/pekerjaan.
Panitia bekerja sejak ditandatanganinya kontrak perikatan dengan penyedia barang/jasa, bertugas melakukan pemeriksaan atas barang/hasil pekerjaan guna menjamin bahwa barang/jasa yang dihasilkan sesuai dengan kontraknya. Panitia bekerja serah terima barang/pekerjaan.
b.      Pejabat penandatanganan surat perintan membayar.
Undang-undang Keuangan Negara telah mengamanatkan bahwa tanggung jawab pengeluaran negara ada pada Satuan Kerja melalui penerbitan Surat Perintah Membayar. Pembayaran melalui Surat Perintah Membayar dapat ditujukan ke rekening Bendaharawan maupun rekening pihak ke 3.
c.       Bendaharawan.
Bendaharawan bertugas melaksanakan pembayaran tunai kepada pihak ke 3 atau penerima pembayaran yang telah ditunjuk. Meskipun ketentuan pengelolaan keuangan negara sudah mengalami perubahan, kewajiban pembuatan Buku Kas Umum oleh Bendaharawan masih berlaku.
d.      Unit perencanaan dan pelaporan.
Unit ini tidak disyaratkan oleh ketentuan atau peraturan manapun. Namun dalam pelaksanaannya, Organisasi Kepala Satuan Kerja perlu dilengkapi dengan:
-          Sub unit yang bertugas membuat rencana kerja, mempersiapkan data pendukung, mempersiapkan bahan revisi DIPA
-          Sub unit yang bertugas menyusun Laporan Keuangan dan melaksanakan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara pada tingkat satuan kerja.

Cara Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
            Ketentuan tentang cara pemilihan penyedia barang/jasa diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Khusus pemahaman mengenai hal ini, telah diwajibkan adanya Sertifikasi Ahli Pengadaan. Pengadaan barang/jasa dilakukan dalam dua sistem yaitu:
·         Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya dilakukan dengan cara lelang
·         Pengadaan Jasa Konsultansi dilakukan dengan cara seleksi.
Penyedia barang/jasa yang dipilih berdasarkan lelang atau seleksi adalah penyedia barang/jasa yang:
·         Memenuhi syarat kualifikasi
·         Termurah dari segi harga/terbaik dari segi teknis/memiliki nilai terbaik dari segi teknis dan harga.

Dokumen Dasar Belanja
            Dokumen dasar yang terkait dengan belanja berbeda tergantung pada jenis belanjanya, yaitu:
a.       Belanja pegawai.
Belanja pegawai adalah pembayaran kepada pegawai di lingkungan Satuan Kerja bersangkutan dilaksanakan dengan menerbitkan surat keputusan.
b.      Belanja barang/jasa dan belanja modal.
Belanja barang/jasa adalah pembayaran kepada pihak ke 3 atas dasar kontrak perikatan yang dapat berupa:
-          Kwitansi
-          Surat perintah kerja
-          Kontrak pengadaan barang/jasa
-          Kontrak pengadaan barang/jasa dengan pendapat ahli hokum
c.       Belanja langgaran daya dan jasa.
Belanja langganan daya dan jasa berupa listrik, telepon, gas dan air dilaksanakan berdasakan tagihan langganan yang diterbitkan oleh penyedia daya dan jasa kepada Satuan Kerja.
d.      Belanja perjalanan.
Belanja perjalanan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Perjalanan Dinas. Komponen belanja perjalanan adalah:
-          Biaya transportasi yang harus dibuktikan dengan tiket dari perusahaan angkutan dan boarding pass (untuk angkutan udara)
-          Biaya akomodasi yang harus dibuktikan dengan kwitansi dari penyedia jasa akomodasi
e.       Belanja bantuan social.
Belanja bantuan sosial dilaksanakan berjanjian perjanjian kerjasama antara Satuan Kerja dengan lembaga penerima bantuan social.

Cara Pembayaran
Pembayaran atas beban APBN/D dilaksanakan atas dasar:
·         Ada permintaan pembayaran
·         Ada dokumen dasar belanja
·         Pembayaran dilaksanakan setelah serah terima barang atau setelah pekerjaan selesai dilaksanakan
Pembayaran dilaksanakan dengan 3 macam cara, yaitu:
·         Pembayaran secara langsung ke rekening pihak ke 3
-          Satuan kerja menerbitkan surat perintah membayar LS kepada instansi perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening pihak ke 3
-          Instansi perbendaharaan melakukan transfer dana langsung ke rekening penerima pembayaran
·         Pembayaran menggunakan uang persediaan
-          Satuan kerja menerbitkan surat perintah membayar uang persediaan kepada instansi perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening bendaharawan
-          Instansi perbendaharaan melakukan transfer dana ke rekening bendaharawan
-          Bendaharawan melakukan pembayaran tunai kepada pihak ke 3
·         Pembayaran secara langsung melalui bendahara
-          Satuan kerja menerbitkan surat perintah membayar LS kepada instansi perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening bendaharawan dilampiri draft nominative penerima pembayaran
-          Instansi perbendaharaan melakukan transfer dana ke rekening bendaharawan
-          Bendaharawan melakukan pembayaran tunai kepada penerima yang namanya tercantum dalam daftar nominative.

Perpajakan Atas Belanja Negara
            Pembayaran belanja Negara/daerah melalui APBN/D sudah termasuk segala pajak dan bea yang terutang. Ada 3 macam perlakuan pajak dan bea atas belanja yaitu:
a.       Pajak disetor oleh penerima pembayaran, yaitu:
·      Bea materai
·      PPN untuk pembelian kurang dari Rp 1 juta
·      PPn untuk langgaran daya dan jasa
b.      Pajak yang dipungut oleh satuan kerja, yaitu:
·         Pajak penghasilan pasal 21
·         Pajak penghasilan pasal 22
·         Pajak penghasilan pasal 23
·         Pajak pertambahan nilai untuk pembelian di atas Rp 1 juta
·         Pajak penjualan atas barang mewah
c.       Tidak dikenakan pajak
Belanja perjalanan dan belanja bantuan social tidak dikenakan pajak.
            Pemungutan pajak oleh satuan kerja berdasarkan jenis belanja adalah sebagai berikut:
a.       Belanja pegawai dikenakan pajak dengan 2 cara:
·         Untuk penghasilan tetap berupa gaji rutin diterima setiap bulan dikenakan PPh pasal 21 sesuai ketentuan tatacara perhitungan yang berlaku
·         Untuk penghasilan tidak tetap berupa honorarium dikenakan pajak 15% final dari jumlah honorarium yang dibayarkan
b.      Belanja barang/jasa.
Belanja barang/jasa dikenakan:
·         PPN sebesar (10/110) dikalikan nilai pembayaran
·         PPh pasal 22 sebesar 1,5% dari harga jual untuk belanja barang
·         PPh pasal 23 sebesar tariff efektif dikalikan harga jual untuk belanja jasa
·         PPnBM sebesar tariff yang berlaku dikalikan harga jual untuk belanja barang yang terutang PPnBM
Sejak tanggal 1 Januari 2009, kepada penerima pembayaran yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif pajak sebesar 200% dari tariff yang berlaku.

Pelaporan
            Satuan kerja mempunyai kewajiban menyelenggarakan pelaporan dalam bentuk:
a.       Penyusunan laporan keuangan yang teridri dari neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangan
b.      Pelaksanaan sistem akuntansi barang milik Negara
c.       Pembuatan buku kas umum bendaharawan.