Organisasi Pengelolaan Keuangan
Pelaksanaan
otonomi daerah berimplikasi pada keleluasaan pemerintah daerah (pemda) dalam
mengelola keuangannya. Untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dari sisi
finansial, pemda harus mampu menggali potensi sumber-sumber ekonominya secara
efektif dan efisien.
Sistem
pertanggungjawaban anggaran yang dulu berlaku dianggap tidak akuntabel, tidak
dapat digunakan untuk memanaje keuangan daerah dan tidak transparan. Beberapa
temuan yang mendukung pernyataan tersebut adalah: (Mardiasmo, 2000)
- Beberapa pos belanja rutin kurang jelas: belanja
lain-lain, pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain, pengeluaran tak
tersangka.
- Dasar penyusunan anggaran menggunakan line item
budget dan incremental,
- Tolok ukur kinerja: anggaran sebagai batas maksimal
sehingga ada kecenderungan menghabiskan anggaran,
- Alokasi belanja investasi belum mencerminkan prioritas
dan kebutuhan daerah serta cenderung berdasar keseragaman pembagian 20
sektor,
- Belum ada kejelasan pengertian kegiatan rutin dan
investasi sehingga ada kegiatan rutin yang masuk dalam kegiatan investasi,
- Koordinasi pengalokasian belanja rutin dan investasi
belum berjalan baik,
- Peran tim anggaran eksekutif (TAE) masih dominan,
- Penyusunan tim anggaran belum didasarkan tolok ukur
kinerja yang jelas,
- Peran DPRD belum dioptimalkan dalam penyusunan anggaran
policy.
Pencanangan
otonomi daerah mulai 1 Januari 2001 membawa konsekuensi reformasi dibidang
akuntansi dan pelaporan keuangan pemda. Sebagai titik awal, desakan reformasi
tersebut diperkuat dengan terbitnya PP 105/2000 yang mengharuskan pemda
menyusun pertanggungjawaban yang terdiri atas: Laporan perhitungan APBD,
Laporan Aliran Kas dan neraca Daerah. Informasi ini dinilai komprehensif karena
memuat aset, hutang, pendapatan, biaya serta komitmen.
Kondisi
ini memaksa daerah untuk memikirkan ulang bentuk organisasi pengelola keuangan
daerah: mempertahankan keberadaan bagian keuangan ataukah membentuk dinas/badan
pengelola keuangan. Semua sah-sah saja, yang terpenting adalah bahwa organisasi
tersebut dapat menghasilkan informasi yang qualified.
Kualifikasi
informasi ditentukan oleh berbagai hal, yaitu: akurat (bebas dari kesalahan dan
tidak bias), tepat waktu (timelines), relevansi (manfaat yang diperoleh
oleh pemakai informasi). Pada tingkatan tertentu dibutuhkan pula ketelitian (precise).
Informasi
keuangan daerah yang qualified dihasilkan oleh sistem informasi yang qualified
pula. Menurut Bodnar dan Hopwood (1995) tujuan sistem informasi adalah: 1)
memperbaiki kualitas, 2) memperbaiki pengendalian intern, 3) meminimalkan kos.
Davis et. al. (1990) mengemukakan sasaran sistem informasi yang lebih spesifik,
yaitu:
- Simplicity
(kesederhanaan): mudah dipahami dan diterapkan,
- Flexibility
(fleksibilitas): memudahkan perubahan saat dibutuhkan,
- Reliability
(keandalan): menjamin kecermatan pemrosesan data secara berkesinambungan.
Adanya kemampuan memback-up data kalau ada bagian yang gagal.
- Timelines
(tepat waktu): mampu membuat prioritas pemrosesan, sehingga outputnya yang
kritis dapat diproses pada saat yang tepat.
- Feasibility
(kelayakan): berhubungan dengan biaya dan manfaatnya.
- Participation
(partisipasi): meningkatkan komitmen pegawai pada organisasi.
Pengelolaan
Keuangan Daerah
Membahas
lembaga pengelola keuangan daerah, berhubungan dengan pengelolaan keuangan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah mencakup tahapan perencanaan – pelaksanaan
– pertanggungjawaban. Pembentukan lembaga tersebut, mestinya dapat memenuhi
tanggungjawabnya di setiap tahapan tersebut.
Secara
sederhana, organisasi dibentuk untuk menciptakan koordinasi yang solid antara
berbagai pihak. Struktur tersebut semestinya dirancang untuk mencapai
konsistensi internal dan keharmonisan dengan situasi organisasi (Mintzberg,
1993). Konfigurasi koordinasi dari tahap sederhana ke yang kompleks adalah
sebagai berikut: (Mintzberg, 1993).
- Mutual Adjustment:
koordinasi melalui proses komunikasi informal.
- Direct Supervision: koordinasi
dengan pembagian tanggungjawab.
- Standardized:
- Work Processed Standardized: koordinasi melalui proses penanganan pekerjaan.
- Outputs Standardized: koordinasi melalui standarisasi output.
- Skills and Knowledge:
koordinasi tercipta melalui pelatihan SDM sebelum pekerjaan dilakukan.
Sejalan
dengan kompleksitas pekerjaan, koordinasi akan bergerak dari mutual
adjustment ke standardized dan akan kembali ke mutual adjustment.
Mencermati regulasi pembentukan kelembagaan, gejalanya masih berada pada tahap direct
supervision. Pada sisi lain, paling tidak diperlukan model konfigurasi work
processed standardized. Perlahan tapi pasti, tuntutan pertanggungjawaban
yang ada sekarang memaksa pembentukan struktur organisasi dengan konfigurasi
model outputs standardized.
Konfigurasi
model outputs standardized berbeda dengan uniform outputs. Outputs
standardized berpegang pada norma umum tentang output informasi keuangan
masing-masing departemen, sedangkan uniform outputs bermakna sangat
sempit – terlalu kaku dan bisa jadi lepas dari substansi. Uniform outputs
dapat mendistorsi substansi informasi yang mestinya tersaji. Masing-masing
departemen/jenjang manajemen menerima information overload. Akibatnya,
informasi tidak terolah dengan baik sehingga keputusan menjadi tidak efektif.
Langkah awal yang perlu dilakukan adalah pemantapan tahap konfigurasi work processed
standardized.
Mempertimbangkan
berbagai hal diatas, penulis berpendapat bahwa:
1.
Bentuk organisasi pengelola keuangan yang paling sesuai adalah badan.
Institusi
keuangan daerah merupakan supporting department aktivitas operasi
pemerintahan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dikenal dengan lembaga teknis
daerah. Ketugasan yang menjadi tanggungjawab lembaga ini mencakup (setidaknya)
perencanaan, pengendalian dan dokumentasi.
2.
Unit-unit organisasi badan tersebut sebagaimana digambarkan pada halaman
berikut:
Keberadaan
sekretariat beserta sub bagian di bawahnya merupakan kebutuhan standar untuk
semua dinas. Lingkup ketugasan yang ditangani cenderung bersifat internal.
Selanjutnya
bidang keuangan dan kekayaan, dengan pertimbangan bahwa keduanya merupakan satu
siklus yang berkelanjutan. Dengan penyatuan tersebut, akan meningkatkan
kualitas pengelolaannya (Subiyanto, 2005).
Bidang
Keuangan yang memiliki 4 sub bidang, ’melanggar’ Peraturan Pemerintah tentang
Organisasi Perangkat Daerah yang membatasi jumlah sub bidang maksimal hanya 2.
Ini sulit dihindari, mengingat sifat pekerjaan pengelolaan keuangan yang
berkesinambungan dan berkelanjutan sejak perencanaan – pelaksanaan –
pertanggungjawaban. Jika ketiga sub bidang ini dipisah, dapat memutus rantai
nilai (value chain) yang mestinya terbentuk. Pertimbangan ini lebih luas
daripada sekedar nilai tambah (value added).
Tambahan
sub bidang Pembiayaan mempunyai kemiripan dengan sub bidang pengkajian dan
pemanfaatan kekayaan daerah. Di masa mendatang, sub bidang ini bernilai
strategis dalam mengoptimalkan kas daerah. Tugas utamanya adalah memperlihatkan
pilihan-pilihan investasi dengan rasio terbaik antara peluang dan risiko.
Instrumen keuangan yang dapat ditangani sub bidang ini antara lain: penerbitan
obligasi daerah, investasi jangka pendek pada saham/obligasi, penanaman
modal daerah pada BUMD, peluang-peluang kerja sama investasi dengan
pemerintah/pemerintah daerah/swasta, transfer pricing antar dinas, dll.
Sentralisasi
pengelolaan aset akan lebih mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan –
misalnya dinas teknis tidak perlu memikirkan pengadaan aset maupun
pemeliharaannya. Tentu saja diperlukan kebijakan lebih lanjut untuk menentukan
batasan pengadaan dan pemeliharaan aset, akankah dilakukan oleh Dinas ataukah
Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan.
Berbeda
dengan bidang keuangan, pekerjaan sub bidang pada bidang kekayaan bersifat
independen antara yang satu dengan yang lain. Sub bidang pengkajian dan
pemanfaatan akan memutuskan apakah aset yang dimiliki akan disewakan,
dimanfaatkan sendiri ataukah dijual. Guna menunjang penyelenggaraan
pemerintahan, sub bidang ini juga dapat memberikan pertimbangan, apakah perlu
membeli/sewa/sewa beli (leasing)/kredit pemilikan.
Belanja
ada yang bersifat revenue expenditure (dalam konteks public service
baca: belanja operasi) dan capital expenditure (belanja modal). Output
belanja modal umumnya akan berbentuk aset fisik. Pengelolaan aset fisik inilah
yang membutuhkan penanganan spesifik. Kekhususan ini memungkinkan daerah untuk
mengoptimalkan seluruh kakayaan yang dimiliki.
Tujuan
organisasi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Jawa Timur, adalah
sebagai berikut :
- Mampu memanfaatkan dana yang tersedia secara optimal
dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
;
- Mendukung proses transparansi anggaran daerah untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggung jawab ;
- Memberikan informasi yang jelas tentang tujuan,
sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan
atau proyek yang dianggarkan ;
- Meningkatkan kecepatan dan ketepatan pelaporan
administrasi keuangan daerah ;
- Menginventarisir jumlah dan jenis pembiayaan yang
didanai oleh DAU, Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ;
- Mewujudkan sinkronisasi dan integrasi aparat antara
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dan Unit/Dinas/Lembaga di Setda
Provinsi Jawa Timur dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran ;
- Mewujudkan sinkronisasi antara Lembaga Eksekutif dan
Lembaga Legislatif ;
- Mewujudkan dan meningkatkan koordinasi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah ;
- Menghasilkan informasi tentang biaya dan hasil kerja
bagi penyusunan target dan evaluasi pelaksanaan kerja.
Pengelolaan
Keuangan Negara
Reformasi pengelolaan keuangan negara telah dilaksanakan
melalui paket Undang-undang yang terdiri dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Reformasi tersebut telah
menghasilkan berbagai perbaikan dalam sistem, prosedur dan pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan negara, termasuk di dalamnya keuangan daerah. Salah satu aspek
yang harus diperhatikan dari reformasi tersebut adalah penggunaan sistem
anggaran berbasis kinerja yang membawa konsekwensi tanggung jawab pengelolaan
keuangan negara/daerah melekat pada jabatan yang diemban oleh seorang pegawai
negeri sipil.
Sebagai konsekwensi dari tanggung jawab tersebut, perlu
upaya-upaya serius agar pejabat negara dapat melakukan pengelolaan keuangan
negara/daerah dengan lebih berkualitas.Materi ini akan membahas 10 kompetensi
yang harus dimiliki oleh semua pejabat/pegawai yang terlibat dalam pengelolaan
keuangan negara/daerah. Terminologi Pengelola Keuangan Negara merujuk pada
semua jabatan yang berkaitan dengan penyusunan dan pelaksanaan APBN/D dari
pimpinan tertinggi sampai staf terrendah. 10 materi yang harus dipahami oleh pengelola
keuangan negara adalah:
1.
Cara penetapan APBN/D
2.
Anatomi dokumen anggaran
3.
Jenis dana yang tersedia
4.
Sistem pengendalian intern
5.
Komponen pokok organisasi satuan
kerja
6.
Cara pemilihan penyedia barang/jasa
7.
Dokumen dasar belanja
8.
Cara pembayaran
9.
Perpajakan atas belanja
Negara/daerah
10.
Pelaporan
Cara Penetapan APBN/D
APBN/D adalah dokumen anggaran, yang
pada dasarnya adalah kebijakan keuangan pemerintah pusat/daerah. Namun tidak
dipungkiri, penyusunan APBN/D adalah proses politik yang melibatkan unsur
legislatif dan eksekutif. Prinsip pokok penetapan APBN/D adalah :
• Anggaran disusun dalam perspektif waktu jangka menengah
(3-5 tahun) sesuai visi dan misi Pimpinan Negara/Daerah bersangkutan. Visi dan
misi pimpinan negara/daerah dituangkan dalam kebijakan umum dan prioritas
anggaran.
•
Setiap instansi menjabarkan Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran ke dalam
Rencana Kerja (tahunan). Penyusunan Rencana Kerja oleh masing-masing instansi
secara normatif bersifat bottom up oleh masing-masing Satuan Kerja yang akan
melaksanakan Anggaran.
• Instansi yang bertanggungjawab dalam bidang perencanaan
bertugas melakukan penelaahan konsistensi rencana kerja dengan kebijakan umum.
•
Instansi yang bertanggungjawab dalam bidang keuangan bertugas melakukan
penelaahan konsistensi rencana kerja dengan prioritas anggaran
•
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja diajukan oleh Pimpinan Negara/Daerah
kepada Lembaga Legislatif bersangkutan untuk dilakukan pembahasan guna
mendapatkan persetujuan.
Anatomi
Dokumen Anggaran
Dokumen anggaran menjelaskan 4 hal
yang penting:
-
Untuk
apa anggaran disediakan.
Anggaran disediakan untuk tujuan
tertentu, secara teknis ditunjukkan dalam klasifikasi fungsi, sub fungsi.
program, kegiatan, sub kegiatan. Ini artinya, tidak dapat dilakukan perubahan
tujuan pengeluaran anggaran tanpa melakukan perubahan atas dokumen anggaran.
-
Oleh
siapa anggaran dilaksanakan.
Dokumen anggaran dilaksanakan oleh
unit yang disebut dengan Satuan Kerja. Meskipun disebut dengan nama istilah
khusus, pada dasarnya Satuan Kerja melekat pada Struktur Organisasi Formal
Pemerintah Pusat/Daerah. Sebagai pelaksanaan dari penyatuan anggaran (unified
budget), maka untuk satu unit organisasi hanya terdapat satu Satuan Kerja.
-
Apa
yang akan dihasilkan dari anggaran.
Dokumen anggaran juga menjelaskan
klasifikasi penggunaan dana yang tersedia untuk belanja pegawai, belanja barang
habis pakai, belanja modal, belanja bantuan sosial atau transfer.
-
Berapa
batas tertinggi pengeluaran.
Angka yang tercantum dalam dokumen
anggaran adalah batas batas pengeluaran tertinggi untuk unsure bersangkutan.
Jenis Dana
yang Tersedia
Jenis dana dalam APBN/D memberikan
batasan penggunaan APBN/D bersangkutan. Bagi instansi yang berada di bawah
pemerintah pusat, jenis dana tidak menjadi konstrain karena hanya mengelola
satu jenis dana saja, yaitu dana pusat. Namun bagi instansi Pemerintah Daerah,
yang juga merupakan kepanjangan Pemerintah Pusat di daerah, dana yang dikelola
terdiri dari:
·
Dana
APBD
·
Dana
Dekonsentrasi
·
Dana
Tugas Perbantuan
Masing-masing jenis dana memiliki
aturan khusus menyangkut jenis kegiatan dan belanja yang dapat dibiayai.
Sistem Pengendalian Intern
Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun
2008 sebagai pelaksanaan dari pasal 58 Undang-undang 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Pada tingkat Satuan Kerja, pengensalian intern dilaksanakan
dalam bentuk:
-
Lingkungan
Pengendalian.
Lingkungan pengendalian pada Satuan
Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk penetapan Struktur Organisasi
yang tepat sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
-
Penilaian
Resiko.
Penilaian resiko pada tingkat Satuan
Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk pemahaman resiko yang
mungkin mengganggu proses pengadaan barang/jasa.
-
Kegiatan
Pengendalian.
Kegiatan pengendalian pada tingkat
Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam pengamanan atas asset-asset
(termasuk dokumen) yang melekat dan yang akan dihasilkan oleh Satuan Kerja.
-
Informasi
dan Komunikasi.
Informasi dan komunikasi pada
tingkat Satuan Kerja sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk penyusunan
laporan keuangan satuan kerja.
-
Pemantauan
pada tingkat Satuan Kerja
sekurang-kurangnya dilaksanakan dalam bentuk pemantauan pelaksanaan kegiatan
yang dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.
Komponen
Pokok Organisasi Satuan Kerja
Melanjutkan
pembahasan tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, pengelola Keuangan
Negara harus memahami komponen pokok organisasi Satuan Kerja. Satuan Kerja
dipimpin oleh Kepala Satuan Kerja/Kuasa Pengguna Anggaran dan
sekurang-kurangnya harus terdiri dari tiga unit yang terpisah, yaitu:
a.
Pejabat
Membuat Komitmen.
Pejabat Pembuat Komitmen yang diberi
wewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara. Karena
jenis belanja yang berbeda, pada prinsipnya Pejabat Pembuat Komitmen bekerja
sesuai karakteristik jenis belanja masing-masing. Tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran belanja negara bisa dalam bentuk Surat Keputusan atau Kontrak
Perikatan dengan Penyedia Barang/Jasa. Khusus untuk Pejabat Pembuat Komitmen
Belanja Barang/Jasa, sekurang-kurangnya harus dibantu oleh:
-
Pejabat
pengadaan/panitia pengadaan/unit layanan pengadaan.
Unit ini membantu Pejabat Pembuat
Komitmen mulai dari perencanaan pengadaan sampai dengan ditandatanganinya
kontrak perikatan dengan penyedia barang/jasa.
-
Panitia
pemeriksa barang/pekerjaan.
Panitia bekerja sejak
ditandatanganinya kontrak perikatan dengan penyedia barang/jasa, bertugas
melakukan pemeriksaan atas barang/hasil pekerjaan guna menjamin bahwa
barang/jasa yang dihasilkan sesuai dengan kontraknya. Panitia bekerja serah
terima barang/pekerjaan.
b.
Pejabat
penandatanganan surat perintan membayar.
Undang-undang Keuangan Negara telah
mengamanatkan bahwa tanggung jawab pengeluaran negara ada pada Satuan Kerja
melalui penerbitan Surat Perintah Membayar. Pembayaran melalui Surat Perintah
Membayar dapat ditujukan ke rekening Bendaharawan maupun rekening pihak ke 3.
c.
Bendaharawan.
Bendaharawan bertugas melaksanakan
pembayaran tunai kepada pihak ke 3 atau penerima pembayaran yang telah
ditunjuk. Meskipun ketentuan pengelolaan keuangan negara sudah mengalami
perubahan, kewajiban pembuatan Buku Kas Umum oleh Bendaharawan masih berlaku.
d.
Unit
perencanaan dan pelaporan.
Unit ini tidak disyaratkan oleh
ketentuan atau peraturan manapun. Namun dalam pelaksanaannya, Organisasi Kepala
Satuan Kerja perlu dilengkapi dengan:
-
Sub
unit yang bertugas membuat rencana kerja, mempersiapkan data pendukung,
mempersiapkan bahan revisi DIPA
-
Sub
unit yang bertugas menyusun Laporan Keuangan dan melaksanakan Sistem Akuntansi
Barang Milik Negara pada tingkat satuan kerja.
Cara
Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
Ketentuan tentang cara pemilihan
penyedia barang/jasa diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.
Khusus pemahaman mengenai hal ini, telah diwajibkan adanya Sertifikasi Ahli
Pengadaan. Pengadaan barang/jasa dilakukan dalam dua sistem yaitu:
·
Pengadaan
Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya dilakukan dengan cara lelang
·
Pengadaan
Jasa Konsultansi dilakukan dengan cara seleksi.
Penyedia
barang/jasa yang dipilih berdasarkan lelang atau seleksi adalah penyedia
barang/jasa yang:
·
Memenuhi
syarat kualifikasi
·
Termurah
dari segi harga/terbaik dari segi teknis/memiliki nilai terbaik dari segi
teknis dan harga.
Dokumen
Dasar Belanja
Dokumen dasar yang terkait dengan
belanja berbeda tergantung pada jenis belanjanya, yaitu:
a.
Belanja
pegawai.
Belanja pegawai adalah pembayaran
kepada pegawai di lingkungan Satuan Kerja bersangkutan dilaksanakan dengan
menerbitkan surat keputusan.
b.
Belanja
barang/jasa dan belanja modal.
Belanja barang/jasa adalah
pembayaran kepada pihak ke 3 atas dasar kontrak perikatan yang dapat berupa:
-
Kwitansi
-
Surat
perintah kerja
-
Kontrak
pengadaan barang/jasa
-
Kontrak
pengadaan barang/jasa dengan pendapat ahli hokum
c.
Belanja
langgaran daya dan jasa.
Belanja langganan daya dan jasa
berupa listrik, telepon, gas dan air dilaksanakan berdasakan tagihan langganan
yang diterbitkan oleh penyedia daya dan jasa kepada Satuan Kerja.
d.
Belanja
perjalanan.
Belanja perjalanan dilaksanakan
berdasarkan Surat Perintah Perjalanan Dinas. Komponen belanja perjalanan
adalah:
-
Biaya
transportasi yang harus dibuktikan dengan tiket dari perusahaan angkutan dan
boarding pass (untuk angkutan udara)
-
Biaya
akomodasi yang harus dibuktikan dengan kwitansi dari penyedia jasa akomodasi
e.
Belanja
bantuan social.
Belanja bantuan sosial dilaksanakan
berjanjian perjanjian kerjasama antara Satuan Kerja dengan lembaga penerima
bantuan social.
Cara
Pembayaran
Pembayaran
atas beban APBN/D dilaksanakan atas dasar:
·
Ada
permintaan pembayaran
·
Ada
dokumen dasar belanja
·
Pembayaran
dilaksanakan setelah serah terima barang atau setelah pekerjaan selesai
dilaksanakan
Pembayaran
dilaksanakan dengan 3 macam cara, yaitu:
·
Pembayaran
secara langsung ke rekening pihak ke 3
-
Satuan
kerja menerbitkan surat perintah membayar LS kepada instansi perbendaharaan
dengan menunjuk nama dan nomor rekening pihak ke 3
-
Instansi
perbendaharaan melakukan transfer dana langsung ke rekening penerima pembayaran
·
Pembayaran
menggunakan uang persediaan
-
Satuan
kerja menerbitkan surat perintah membayar uang persediaan kepada instansi
perbendaharaan dengan menunjuk nama dan nomor rekening bendaharawan
-
Instansi
perbendaharaan melakukan transfer dana ke rekening bendaharawan
-
Bendaharawan
melakukan pembayaran tunai kepada pihak ke 3
·
Pembayaran
secara langsung melalui bendahara
-
Satuan
kerja menerbitkan surat perintah membayar LS kepada instansi perbendaharaan
dengan menunjuk nama dan nomor rekening bendaharawan dilampiri draft nominative
penerima pembayaran
-
Instansi
perbendaharaan melakukan transfer dana ke rekening bendaharawan
-
Bendaharawan
melakukan pembayaran tunai kepada penerima yang namanya tercantum dalam daftar
nominative.
Perpajakan
Atas Belanja Negara
Pembayaran belanja Negara/daerah
melalui APBN/D sudah termasuk segala pajak dan bea yang terutang. Ada 3 macam
perlakuan pajak dan bea atas belanja yaitu:
a.
Pajak
disetor oleh penerima pembayaran, yaitu:
·
Bea
materai
·
PPN
untuk pembelian kurang dari Rp 1 juta
·
PPn
untuk langgaran daya dan jasa
b.
Pajak
yang dipungut oleh satuan kerja, yaitu:
·
Pajak
penghasilan pasal 21
·
Pajak
penghasilan pasal 22
·
Pajak
penghasilan pasal 23
·
Pajak
pertambahan nilai untuk pembelian di atas Rp 1 juta
·
Pajak
penjualan atas barang mewah
c.
Tidak
dikenakan pajak
Belanja
perjalanan dan belanja bantuan social tidak dikenakan pajak.
Pemungutan pajak oleh satuan kerja
berdasarkan jenis belanja adalah sebagai berikut:
a.
Belanja
pegawai dikenakan pajak dengan 2 cara:
·
Untuk
penghasilan tetap berupa gaji rutin diterima setiap bulan dikenakan PPh pasal
21 sesuai ketentuan tatacara perhitungan yang berlaku
·
Untuk
penghasilan tidak tetap berupa honorarium dikenakan pajak 15% final dari jumlah
honorarium yang dibayarkan
b.
Belanja
barang/jasa.
Belanja barang/jasa dikenakan:
·
PPN
sebesar (10/110) dikalikan nilai pembayaran
·
PPh
pasal 22 sebesar 1,5% dari harga jual untuk belanja barang
·
PPh
pasal 23 sebesar tariff efektif dikalikan harga jual untuk belanja jasa
·
PPnBM
sebesar tariff yang berlaku dikalikan harga jual untuk belanja barang yang
terutang PPnBM
Sejak
tanggal 1 Januari 2009, kepada penerima pembayaran yang tidak memiliki NPWP
dikenakan tarif pajak sebesar 200% dari tariff yang berlaku.
Pelaporan
Satuan kerja mempunyai kewajiban
menyelenggarakan pelaporan dalam bentuk:
a.
Penyusunan
laporan keuangan yang teridri dari neraca, laporan realisasi anggaran dan
catatan atas laporan keuangan
b.
Pelaksanaan
sistem akuntansi barang milik Negara
c.
Pembuatan
buku kas umum bendaharawan.